ADS

Selasa, 08 Desember 2015

Proposal PTK BABA II IPA


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Kerangka Teoritis
1.      Hakikat Aktivitas Belajar
Hamalik (2010:176) menyatakan asas aktivitas digunakan dalam semua model mengajar, baik model dalam kelas maupun model diluar kelas. Hanya saja penggunaannya dilaksanakan dalam bentuk yang berlain-lainan sesuaidengan tujuan yang hendak dicapai dan disesuaikan pula pada orientasi sekolah yang menggunakan jenis kegiatan itu.
Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting didalam interaksi belajar-mengajar. Dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yakni menurut pandangan ilmu jiwa lama dan ilmu jiwa modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama aktivitas didominasi oleh guru sedang menurut padangan ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa.
Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersentuhan dengan obyek yang sedang dipelajari seluas mungkin, karena dengan demikian proses konstruksi pengetahuan yang terjadi akan lebih baik. Aktivitas Belajar diperlukan aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Sani (2013:61) bahwasannya tidak semua pembelajaran membutuhkan aktivitas nyata, misalkan untuk pembelajaran matematika di tingkat menengah, dimana tidak diperlukanya

hitungan jari jemari.Demikian pula pada pembelajaran membaca untuk anak sekolah dasar, aktivitas utama adalah membaca.
Menurut Sanjaya (2011:132) aktivitas belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Melainkan berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus mampu mendorong aktivitas siswa.
Menurut Hamalik (2010: 28), belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. 
Sedangkan Sardiman (2011 : 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”
Dari uraian diatas dapat diambil pengertian aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam kegiatan belajar guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.
Adapun jenis-jenis aktivitas dalam belajar yang digolongkan oleh Paul B. Diedric (dalam Sardiman, 2011: 101) adalah sebagai berikut:
a)      Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b)      Oral Activities, seperti menyatakan merumuskan, bertanya, memberi saran, berpendapat, diskusi, interupsi.
c)      Listening Activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d)     Writing Activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, menyalin.
e)      Drawing Activities, menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f)       Motor Activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, berkebun, beternak.
g)      Mental Activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, mengambil keputusan.
h)      Emotional Activities, seperti misalnya, merasa bosan, gugup, melamun, berani, tenang.
Aktivitas belajar siswa merupakan segala bentuk kegiatan yang dilakukan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah yang mendukung kegiatan belajarnya. “Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani”.  Rousseau (dalam Sardiman, 2011: 96), memberikan penjelasan “Pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis”. Oleh karena itu, aktivitas yang dilakukan oleh siswa dapat dilakukan baik secara jasmani maupun rohani dan aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan untuk belajar.
Sardiman (2011: 95-96) berpendapat bahwa “Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”. Siswa dalam belajar diwajibkan berperan aktif, dengan kata lain belajar sangat diperlukan untuk adanya suatu aktivitas, dengan begitu aktivitas belajar sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya keberhasilan proses belajar.
Hamalik (2010:175) mengatakan penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa, oleh karena :
a)      Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langung mengalami sendiri.
b)      Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral.
c)      Memupuk kerja sama yang harmonis dikalangan siswa.
d)     Para siswa bekerja menurut minat dan kemmapuan sendiri.
e)      Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.
f)       Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dan guru.
g)      Pengajaran diselenggarakan secara realities dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalitis.
h)      Pengajar disekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat.

2.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang adalah sebagai berikut:
2.1. Faktor Intern
Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Faktor intern terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis (Slameto, 2010:54):
2.1.1.      Faktor biologis (jasmaniah)
Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan keadaan fisik atau jasmani individu yang bersangkutan. Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan adalah kondisi fisik yang normal dan kondisi kesehatan fisik. Artinya kondisi fisiknya tidak mengalami cacat sejak lahir seperti keadaan otak, panca indera, anggota tubuh seperti tangan atau kaki, dan organ-organ tubuh bagian dalam yang akan menentukan kondisi kesehatan seseorang.
2.1.2.      Faktor Psikologis (Rohaniah)
Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa meliputi intelegensi siswa/ tingkat kecerdasan, perhatian, minat, bakat, motif/dorongan, kematangan dan kesiapan siswa.

2.2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor yang bersumber dari luar individu itu sendiri. Faktor ekstern meliputi faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
2.2.1.      Faktor Keluarga
Faktor lingkungan keluarga merupakan faktor pertama dan yang paling utama dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Kondisi lingkungan keluarga yang sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang adalah adanya hubungan yang harmonis diantara sesama anggota keluarga, tersedianya tempat dan peralatan belajar yang cukup memadai, keadaan ekonomi keluarga yang cukup, suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian yang besar dari orang tua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya.
·         Cara Orang Tua Mendidik
Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Hal ini jelas dan dipertegas oleh Sutjipto (Slameto:2010,60) yang menyatakan Keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama dan perta. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, yaitu pendidikan bangsa dan dunia.
·         Relasi Antar Anggota Keluarga
            Relasi anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lainnya. Wujud relasi itu adalah apakah hubungan itu penuh dengan kasih sayang, (Slameto, 2010:62).
·         Suasana Rumah
Suasana rumah yang dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak termasuk faktor yang sengaja.
·         Keadaan Ekonomi Keluarga
            Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhannya pokoknya misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lainnya. Juga membutuhkan fasilitas belajar seperti buku, alat tulis, alat-alat sekolah dan sebagainya. (Slameto, 2010:63).
·         Pengertian Orang Tua
            Menurut Slameto (2010:64) Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas dirumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah dan semangat, orang tua wajib memberikan dorongan dan pengertian.
·         Latar Belakang Kebudayaan
            Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semanagat anak untuk belajar (Slameto, 2010:64).

2.2.2.      Faktor Lingkungan Sekolah
Satu hal yang paling mutlak harus ada di sekolah untuk menunjang keberhasilan belajar adalah adanya tata tertib dan disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. Seluruh warga sekolah harus menaati dan menjalankan peraturan yang ada di sekolah.
·         Metode Mengajar
            Menurut Slameto (2010:65) Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus di lalui didalam mengajar. Mengajar itu sendiri adalah menyajikan bahan pelajaran oleh orang ke orang lain. Metode guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula.
·         Kurikulum
            Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahan pelajaran itu sangat mempengaruhi belajar siswa. (Slameto, 2010:65).
·         Relasi Guru Dengan Siswa.
            Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut dipengaruhi relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Di dalam relasi guru dengan siswa yang baik, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya. (Slameto, 2010:66).
·         Relasi Siswa Dengan Siswa.
            Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana tidak akan melihat baha di dalam kelas ada group yang saling bersaing secara tidak sehat. Siswa yang mempunyai sifat dan tingkah laku yang tidak menyenangkan teman lain mempunyai rasa rendah diri dan mengalami tekanan. Akibatnya akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar.
·         Disiplin Sekolah.
            Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib. Dengan demikian agar siswa lebih maju, siswa harus disiplin di dalam belajar baik di sekolah juga. (Slameto, 2010:67).
·         Alat Pelajaran.
            Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa. Karena alat pelajaran diaplikasikan siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik (Slameto, 2010:68).
·         Waktu Sekolah.
            Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar disekolah, waktu itu dapat di pagi hari, siang, sore/ malam hari. Waktu sekolah juga sangat mempengaruhi belajar siswa. Jadi antara keadaan tubuh siswa siap dan tidak siap juga harus diperhitungan dalam melaksanakan waktu sekolah.
·         Keadaan Gedung.
            Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap kelas. Bagaimana mungkin mereka dapat belajar dengan enak, kalau keadaan kelas tidak memadai (Slameto, 2010:69).
·         Metode Belajar.
            Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu. Juga dalam pembagian waktu untuk belajar. (Slameto, 2010:69).
·         Tugas Rumah.
            Waktu belajar terutama adalah di sekolah, di samping untuk belajar waktu rumah biarlah di gunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak member tugas yang harus dikerjakan dirumah, sehingga anak tidak mempunya waktu lain untuk kegiatan yang lainnya. (Slameto, 2010:69).

2.2.3.      Faktor Masyarakat
     Lingkungan masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah lembaga-lembaga pendidikan non formal yang melaksanakan kursus-kursus tertentu seperti kursus bahasa asing, keterampilan tertentu, bimbingan tes, kursus pelajaran tambahan yang menunjang keberhasilan di sekolah, sanggar organisasi keagamaan seperti remaja mesjid dan gereja, sanggar karang taruna.
·         Kegiatan Siswa Dalam Masyarakat
            Menurut Slameto (2010:70) Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian terhadap kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, lebih-lebih harus mampu mengatur waktunya.
·         Media Massa
            Yang termasuk dalam media massa adalah bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah, buku, komik, dan lainnya. Media massa bisa berpengaruh baik dan buruk, tergantung dari orang tua dan pendidik yang mengontrol kegiatan anak ketika menggunakan salah satu media massa tersebut.
·         Teman Bergaul
            Slameto (2010:71) Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwa anak dari pada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa.


·         Bentuk Kehidupan Bermasyarakat
            Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang yang terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik lainnya akan berpengaruh jelek terhadap anak (siswa) yang berada dan hidup dilingkungan tersebut. Anak tertarik untuk melakukan hal yang belum pernah mereka lakukan (Slameto,2010:71)

3.      Hakikat Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar (Istarani, 2011:1).
Model digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian bisa terjadi satu strategi pembelajaran digunakan beberapa model. Menurut Wina (dalam Istarani, 2011:1) Model adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Model secara harfiah adalah “cara”.
Menurut Ahmad Sabri (dalam Istarani, 2012:1) model pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual ataupun secara kelompok. Agar tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, seorang guru harus mengetahui berbagai model. Dengan memiliki pengetahuan berbagai model.
Kemp (Sanjaya, 2011:126) Model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dan model juga suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar siswa.
Sani (2013:90) Model adalah cara menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Model merupakan cara mengajar yang telah disusun berdasarkan prinsip dan system tertentu. Dengan penjelasan diatas, bahwa kita ketahui maka model pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana menjalankan model itu sendiri guru dapat menentukan mana yang dianggapnya relevan dan penggunaan model itu selalu berbeda dengan guru yang lain.
Menurut Hamdani (2011:80) Model pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Karena penyampaian itu berlangsung dalam interaksi edukatif, model pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.


4.      Hakikat Model Pembelajaran Kerja Lapangan, Inkuiri, Diskusi.
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar (Istarani, 2011:1).
Model pembelajaran Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi adalah penggabungan model kerja lapangan, inkuiri, dan diskusi. Model ini digabungkan dalam membahas satu materi pembelajaran. Peneliti tertarik melakukan pengambilan 3 model pembelajaran karena, berdasarkan survey peneliti menilai aktivitas belajar siswa tidak akan meningkat jika hanya dilakukan dengan 1 model pembelajaran saja.
Pemahaman dari penggabungan 3 model pembelajaran ini adalah : pembelajaran yang dilakukan diluar kelas dengan mengenal alam sekitar kemudian siswa dituntut lebih menganalisis semua kegiatan yang mereka lakukan di luar kelas. Setelah aktivitas belajar di luar kelas telah dilakukan, siswa kemudian masuk kedalam kelas dengan dibimbing oleh guru untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang ada pada pembelajaran luar kelas. Setelah siswa mampu menganalisis apa yang menjadi masalah dalam materi yang di pelajari, siswa dibagi beberapa kelompok kemudian mendiskusikannya bersama-sama. Dan setelah diskusi berlangsung, setiap individu harus membuat laporan selama pembelajaran aktivitas di luar kelas, sampai penemuan permasalahan dan penyelesaian permasalahan.
Metode kerja lapangan. Inkuiri dan diskusi cukup kompleks jika di dalam pembelajaran dilaksanakan, namun hanya saja terkdang terbatas oleh waktu pembelajaran di sekolah. Dan keadaan-keadaan internal dari diri siswa. Metode kerja lapangan, inkuiri dan diskusi juga dinilai sangat baik dalam meningkatkan wawasan siswa dan pengetahuan siswa. Siswa akan mampu menyelesaikan masalah dengan lebih baik lagi. Adapun teori yang mendukung metode pembelajaran kerja lapangan, inkuri, dan diskusi agar lebih di perjelas lagi adalah sebagai berikut :
4.1. Model Pembelajaran Kerja Lapangan
Roestiyah (dalam Istarani, 2012:67) mengatakan yang dimaksud dengan model kerja lapangan adalah suatu cara mengajar dengan cara mengajak siswa ke suatu tempat diluar yang bertujuan tidak hanya sekedar melakukan observasi atau peninjauan saja, tetapi langsung terjun/aktif berpartisipasi ke lapangan kerja, agar siswa dapat menghayati sendiri dan mengadakan penyelidikan serta bekerja sendiri di dalam pekerjaan yang ada di masyarakat.
Penggunaan model penyajian ini diharapkan agar siswa dapat langsung mengayati sendiri dan berpartisipasi aktif dalam pekerjaan itu. Pengalaman dalam pekerjaan itulah yang sangat berharga bagi siswa untuk belajar dengan baik. Dengan pengalamannya itu, mereka akan belajar dengan baik. Dan pengalaman kerja itu merupakan latihan yang baik sekali, agar anak menjadi biasa kerja dilapangan.
Model kerja lapangan merupakan model mengajar dengan mengajak siswa kedalam suatu tempat diluar sekolah yang bertujuan tidak hanya sekedar observasi atau peninjauan saja, tetapi langsung terjun turut aktif ke lapangan kerja agar siswa dapat menghayati sendiri serta bekerja sendiri didalam pekerjaan yang ada dalam masyarakat.
Menurut Istarani (2012:67) agar pelaksanaan model kerja lapangan ini dapat berhasil guna dan daya guna. Maka perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut, yaitu:
a)      Guru sebelumnya harus mampu merumuskan tujuan dari latihan kerja itu secara jelas, sehingga siswa mampu memahaminya dan mengerti apa tujuan mereka turut terjun langsung ke lapangan.
b)      Kemudian guru, trainer perlu menghubungi pengurus tempat sasaran, untuk meminta izin dan meninjau situasi apa yang harus dikerjakan siswa nantinya.
c)      Menyiapkan siswa dengan tugas-tugas yang sudah diatur, memberi tugas dalam kelompok, instruksi yang jelas.
d)     Guru atau trainer harus ikut serta dengan siswa, sehingga harus juga mengawasi langsung pada pekerjaan siswa dan bisa member nasihat bila diperlukan oleh siswa.
e)      Setelah anak kembali ke sekolah diharuskan membuat laporan hasil trainningnya, untuk didiskusikan dan dievaluasikan bersama.
Menurut Roestiyah (dalam Istarni, 2012:67) Adapun kelebihan model ini adalah :
a)      Siswa mendapat kesempatan untuk langsung aktif bekerja di lapangan.
b)      Siswa memperoleh pengalaman langsung dalam bekerja.
c)      Siswa akan menemukan pengertian/pemahaman dari pekerjaan itu, mengenai kebaikan atau pun kekurangannya.
d)     Maka bila ada kesulitan ia bisa mencari jalan keluar untuk mengatasinya.
Sementara pendapat Istarani (2012:68) kekurangan penggunaan model kerja lapangan ini adalah sebagai berikut :
a)      Waktu yag terbatas sehingga tidak memungkinkan memperoleh pengalaman yang mendalam, juga penguasaan pengetahuannya menjadi terbatas pula.
b)      Untuk kerja lapangan perlu biaya yang banyak, ialah untuk biaya transport dari sekolah ke tempat tujuan, biaya perlengkapan, dokumentasi, dan kebutuhan lainnya untuk latihan kerja..
c)      Tempat praktek yang jauh dari sekolah, sehingga guru perlu meninjau dan mempersiapkan terlebih dahulu. Tidak setiap tempat tujuan dapat diganggu untuk menerima siswa untuk turut berpartisipasi.
d)     Tidak tersedianya trainer/ guru/ pelatih yang ahli sehingga siswa kurang persiapan dan pembinaan sehingga siswa kurang persiapan dan pembinaan sewaktu akan melaksanakan latihan.

4.2. Model Pembelajaran Inkuiri
Menurut Sanjaya (2011:196) Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasa-biasa dilakukan melalui Tanya jawab antara guru dan siswa.
Inkuiri sebenarnya berasal dari kata to inquire yang berarti ikut sera, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Inkuiri juga dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah (Jauhari, 2013:64).
Menurut Trianto (2011:114) Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.
Menurut Istarani (2011:132) menyatakan bahwa inkuiri adalah suatu cara penyampaian pelajaran dengan penelaahan sesuatu yang bersifat mencari cara kritis, analisi, argumentative (ilmiah) dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan.
Ada beberapa rumusan pengajaran tentang pengajaran berdasarkan inkuiri, antara yang satu dengan yang lainnya berbeda secara graudial. Diantara rumusan itu adalah : “discover terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses-proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip” (Hamalik, 2010:219).
Pengajaran inkuiri dibentuk atas dasar discover, sebab seornag siswa harus menggunakan kemampuannya berdiskoveri dan kemampuan lainnya. Dalam inkuiri, seseorang bertindak sebagai seorang ilmuwan, melakukan eksperimen, dan mampu melakukan proses mental berinkuiri adalah sebagai berikut:
a)      Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alami.
b)      Merumuskan masalah.
c)      Merumuskan hipotesis-hipotesis.
d)     Merancang pendekatan invertigatif yang meliputi eksperimen.
e)      Melakukan eksperimen.
f)       Mensintesiskan pengetahuan.
g)      Memiliki sikap ilmiah antara lain objektif, ingin tahu, keterbukaan, menginginkan dan menghormati model-model teori, serta bertanggung jawab. (Hamalik, 2010 :219-220).
Inkuiri dapat dilakukan secara individual, kelompok atau klasikal baik didalam maupun diluar kelas. Jadi “pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok siswa inkuiri kedalam suatu isu atau mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui prosedur yang digariskan secara jelas dan structural kelompok”. (Hamalik, 2010:220).
Pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berfikir) terkait dengan proses-proses berfikir reflektif. Jika berfikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.
Menurut Uzer Usman (dalam Istarani, 2011:133) Model pengajaran inkuiri memiliki tujuan dan manfaat dalam peningkatan kreativitas belajar siswa, diantaranya adalah :
a)      Mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara objektif dan mandiri.
b)      Mengembangkan kemampuan berfikir kritis, analitis.
c)      Mengembangkan rasa ingin tahu dan cara berfikir objektif baik secara individual maupun kelompok.
Disamping itu, ada beberapa manfaat lain yang mengasumsikan bahwa inkuiri sangat mendasarkan digunakan dalam peningkatan kreativitas belajar siswa (Hamalik, 2010:220), yaitu :
a)      Keterampilan berfikir kritis dan berfikir deduktif yang diperlukan berkaitan dengan pengumpulan data yang bertalian dengan kelompok hipotesis.
b)      Keuntungan dari siswa dari pengalaman kelompok dimana mereka berkomunikasi, berbagi tanggung jawab dan bersama-sama mencari pengetahuan.
c)      Kegiatan-kegiatan belajar disajikan dengan semangat berbagai inkuiri dan diskoveri menambah motivasi dan memajukan partisipasi.
Menurut Hamalik (2010:221) mengatakan bahwa langkah-langkah penggunaan strategi pengajaran inkuiri adalah sebagai berikut :
a)      Mengidentifikasi dan merumuskan situasi yang menjadi fokus inkuiri secara jelas.
b)      Mengajukan pertanyaan tentang fakta.
c)      Memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah 2.
d)     Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji setiap hipotesis dengan data yang terkumpul.
e)      Merumuskan jawaban atas pertanyaan sesungguhnya dan menyakatakn jawaban sebagai proposisi tentang fakta. Jawaban itu merupakan sintesis antara hipotesis yang diajukan dan hasil-hasil hipotesis yang diuji dengan informasi yang terkumpul.
Agar penggunaan strategi inkuiri dapat berhasil guna dan berdaya guna, maka menurut Hamalik (2010:225) mengatakan bahwa ada tiga komponen yang anggap essensial bagi keberhasilan pelaksanaan strategi inkuiri, yaitu :
a)      Fungsi-fungsi kepemimpinan spesifik yang harus dilakukan di dalam kelompok.
b)      Peran-peran khusus bagi setiap anggota kelompok harus ditugaskan dan,
c)      Suasana emosional yang efektif dan bermakna harus dibangun dan dipelihara.
Untuk itu, para siswa selain harus memahami maksud dan prosedur inkuiri, mereka juga harus familier dan terlibat langsung ke dalam ketiga komponen tersebut. Setiap langkah dalam proses inkuiri hendaknya berlangsung secara efektif, karena itu para sisa harus mengetahui cara untuk mencapai gerakan kearah pemuatan keputusan kelompok.

4.3. Model Pembelajaran Diskusi
Model diskusi adalah suatu cara mendidik yang berupaya memecahkan masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapat. (Istarani, 2012: 31).
Dalam model diskusi proses pembelajaran berlangsung melalui kegiatan berbagi atau sharing informasi atau pengetahuan diantara sesama siswa. Dalam model ini guru berperan sebagai fasilisator dengan memberikan masalah atau topic yang akan dibahas dan beberapa aturan dasar dalam berdiskusi. Keberhasilan diskusi di antaranya dapat dilihat dari partisipasi dan kontribusi peserta, ketertiban serta kelancaran jalannya diskusi
Menurut Arends (dalam Trianto, 2011:122) mendefenisikan diskusi sebagai komunikasi seseorang berbicara satu dengan yang lain, saling berbagi gagasan dan pendapat.  Sedangkan menurut Suryosubroto (dalam Trianto, 2011:122) diskusi adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.
Pendapat lain mengatakan bahwa model diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pertanyaan atau pertanyaan yang bersifat problematic untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan guru di sekolah. Di dalam diskusi ini proses belajar mengajar terjadi, dimana interaksi antar dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pegalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif, tidak ada yang pasif atau menjadi pendengar saja menurut Syaiful (dalam Istarani, 2012:31).
Sanjaya (2011:154) Model diskusi adalah model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama model ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. Karena itu diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama.
Menurut Sanjaya (2011:155) secara umum ada 2 jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Pertama, diskusi kelompok. Diskusi ini dinamakan juga diskusi kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan. Kedua, diskusi kelompok kecil. Pada diskusi ini terbagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses diskusi diakhiri dengan laporan setiap kelompok.
Model diskusi yang diterapkan sebagai model pembelajaran memiliki berbagai keunggulan sebagaimana diuraikan berikut ini :
a)      Menumbuhkan sikap ilmiah dan jiwa demokrasi karena :
·         Mendorong siswa untuk berpartisipasi serta memiliki rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat.
·         Membiasakan siswa untuk mendapatkan dukungan dan sanggahan atas pendapatnya serta menerima pendapat orang lain.
b)      Tergalinya gagasan-gagasan baru yang memperkaya dan mempeluas pemahaman siswa terhadap materi yang dibahas.
c)      Menciptakan suasana belajar yang partisipatif dan interaktif.
Sekalipun model diskusi memiliki keunggulan, model ini tidak terlepas dari kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut :
a)      Pembicaraan dalam diskusi bisa keluar dari jalur atau bahasan topic yang sedang dibahas.
b)      Pengajuan pendapat didominasi siswa yang lebih siap, lebih menguasai materi dan atau siswa yang memiliki kebiasaan mendominasi pembicaraan.
c)      Peserta yang tidak siap dan tidak percaya diri akan asif dan tidak berpartisipasi dan berkontribusi dalam pembicaraan.
d)     Diskusi melebihi waktu yang ditentukan atau diskusi tidak mencapai hasil yang diharapkan ketika batas waktu telah tiba.
e)      Ketika semua peserta diskusi tidak siap atau ada dua pihak yang saling mempertahankan pendapatnya, diskusi akan mengalami kebuntuan.
Pembentukkan dan modifikasi sikap merupakan tujuan diskusi yang berorientasi pada isu yang sedang berkembang. Diskusi yang bertujuan membentuk atau memodifikasi sikap ini, dimulai dengan guru mengajukan permasalahan atau sejumlah peristiwa yang menggambarkan isu. Guru atau pimpinan kelompok selanjutnya meminta pandangan dari anggota kelompok untuk menemukan alternatif-alternatif pemecahan masalah isu tersebut. Komentar-komentar terhadap masalah atau jawaban masalah dapat diberikan anggota kelompok maupun pimpinan kelompok. Selama diskusi berlangsung, pemimpin diskusi mencoba memperoleh penajaman dan klarifikasi yang lebih baik tentang isu tersebut dengan memperkenalkan contoh-contoh yang berbeda, dan menggerakkan para anggota diskusi mengajukan pernyataan-pernyataannya.
Untuk menghindari berbagai permasalahan dalam penggunaan model diskusi guru hendaknya memperhatikan dan memberi motivasi kepada siswa supaya seluruh siswa ikut serta dalam diskusi. Untuk mengatasi kelemahan atau segi negatif dari model ini, maka perlu memperhatikan hal-hal (Istarani, 2012:33) sebagai berikut :
a)      Pimpinan diskusi diberikan kepada murid dan diatur secara bergiliran.
b)      Pimpinan diskusi yang diberikan kepada murid, perlu bimbingan dari guru.
c)      Guru mengusahakan supaya seluruh siswa ikut berpartisipasi dalam diskusi.
d)     Mengusahakan supaya semua siswa mendapat giliran berbicara, sementara siswa lain belajar mendengarkan pendapat temannya.
e)      Mengoptimalkan waktu yang ada untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model diskusi ialah suatu cara penyampaian materi pelajaran dengan jalan bertukar pikiran atau mendiskusikannya, baik antara guru dengan siswa ataupun sesama siswa. Seiring dengan itu, model diskusi berfungsi untuk memotivasi murid berpikir atau mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai persoalan-persoalan yang kadang-kadang tidak dapat dipecahkan oleh suatu jawaban atau suatu cara saja, tetapi memerlukan wawasan/ilmu pengetahuan yang mampu mencari jalan terbaik.

5.      Hakikat Mata pelajaran IPA
IPA (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsipsaja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk IPA ditemukan.
Rumanta (2013: 22) menyatakan bahwa ketrampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan variable, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis data.
Rumanta (2013:78) menyebutkan bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan membuat hipotesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru
IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam dari segi istilah dapat diartikan sebagai ilmu yang berisi pengetahuan alam. Ilmu artinya pengetahuan yang benar, yaitu bersifat rasional dan obyektif. Pengetahuan alam adalah pengetahuan yang berisi tentang alam semesta dan segala isinya. Jadi, IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dan segala isinya.
Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.
Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di SD telah dirumuskan dalam kurikulum yang sekarang ini berlaku di Indonesia. Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum KTSP selain dirumuskan tentang tujuan pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah pengembangan pembelajaran IPA untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga setiap kegiatan pendidikan formal di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut.
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman konsep dalam Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah: (1) makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. (3) energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. (4) bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.
IPA  adalah pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara terkontrol. Beberapa makna IPA adalah sebagai berikut:
1.      IPA sebagai ilmu 
Keberadaan dan perkembangan ilmu harus diusahkan dengan adanya aktivitas manusia dan aktivitas harus dilaksanakan dengan menggunakan model tertentu dan akhirnya aktivitas metodis tersebut akan menghasilkan pengetahuan sistematis.
2.      IPA sebagai produk
IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori.
3.      IPA sebagai proses
IPA merupakan cara kerja, cara berfikir dan cara memecahkan suatu masalah, sehingga meliputi kegiatan bagaimana mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu dengan yang lain, menginterpestasikan data dan menarik kesimpulan.
Kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah IPA merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dimana kumpulan pengetahuan yang ada diperoleh dengan menggunakan model-model berdasarkan observasi. Ada enam prinsip-prinsip dalam pembelajaran IPA yang dikemukan Rumanta  (2013:25-25), yaitu:
a.       Empat pilar pendidikan global.
b.      Inkuiri
c.       Kontruktivistik
d.      Salingtemas (IPA, teknologi, masyarakat).
e.       Pemecahan masalah
f.       Pembelajaran bermuatan nilai
g.      Prinsip Pakem
Pembelajaran IPA di SD pada hakikatnya membentuk individu-individu yang berkemampuan ilmiah dan kritis dalam menghadapi masalah serta gejala-gejala yang terjadi diingkungan sekitar dalam kehidupan. Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
·         Makluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
·         Benda/materi, sifat-sifat, dan kegunaannya meliputi cair,padat dan gas.
·         Energi dan perubahannya, meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana,
·         Bumi dan alam semesta, meliputi tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langitnya.

B.     Kerangka Berfikir
Belajar merupakan peristiwa sehari-hari yang pada umumnya berlangsung di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek yaitu dari guru dan siswa. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai proses mental dalam menghadapi bahan pelajaran yang disajikan guru di sekolah. Melalui guru, siswa mendapat beragam kemampuan keterampilan, dan sikap yang dapat diukur melalui perubahan serta meningkatnya ketiga kemampuan tersebut.
Model pembelajaran Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi adalah penggabungan model kerja lapangan, inkuiri, dan diskusi. Model ini digabungkan dalam membahas satu materi pembelajaran. Peneliti tertarik melakukan pengambilan 3 model pembelajaran karena, berdasarkan survey peneliti menilai aktivitas belajar siswa tidak akan meningkat jika hanya dilakukan dengan 1 model pembelajaran saja.
Model pemebelajaran Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi ini pertama adalah siswa diberikan kerja lapangan, kemudian setelah kerja lapangan maka siswa akan menemukan sebuah hal yang menjadi masalah, setelah mereka evaluasi dengan penemuan mereka. Maka siswa mendiskusikan semua hal tersebut dengan teman kelompok mereka.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar masih banyak dilakukan secara konvensional/tradisional (pembelajaran berpusat pada guru) serta  lemahnya kemampuan guru dalam mendorong dan memotivasi siswa  menjadikan prestasi belajar IPA masih rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Hal tersebut peneliti temukan pada saat melakukan observasi di Di Kelas V SD Negeri 050670 Pantai Gemi T.A.2013/2014, dimana pelajaran IPA selalu disajikan secara verbal melalui kegiatan ceramah dan textbook oriented, dengan keterlibatan siswa yang sangat minim karena siswa hanya melakukan kegiatan duduk, diam, mendengar, mencatat dan menghafal, sehingga kurang menarik minat siswa dan membosankan yang akhirnya membuat siswa mudah lupa terhadap konsep yang telah diberikan. Ini dilihat dari nilai KKM 75. Sementara nilai rata-rata siswa hanya mencapai 58,9.
Adapun yang harus dilakukan agar pembelajaran IPA ini tercapai, maka disusunlah langkah-langkah sebagai berikut : Guru menyampaikan ingin kompetensi yang di capai, Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan di sampaikan, Menyiapkan bahan atau alat yang di perlukan, Menunjukan salah seorang peserta didik untuk menKerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusikan sesuai scenario yang telah disiapkan, Seluruh peserta didik memperhatikan Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi dan menganalisisnya, tiap peserta didik mengemukan hasil analisisnya dan juga pengalaman peserta didik diKerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusikan, dan terakhir guru membuat kesimpulan.
Setelah langkah ini dilaksanakan dengan baik, maka guru membuat kesimpulan akhir dengan melakukan tes pada pembelajaran IPA. Dan dengan tes hasil belajar IPA ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian tindakan kelas ini berhasil atau tidak. Harapan dalam penelitian ini, agar siswa mampu meningkatkan hasil belajar IPA .


C.    Hipotesis Tindakan
Maka dapat ditentukan hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah “Meningkatnya Aktivitas Belajar Siswa Dengan Model Pembelajaran Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi Pada Pelajaran IPA Di Kelas V SD....

semoga bermanfaat....
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar