BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1.
Hakikat Aktivitas Belajar
Hamalik (2010:176) menyatakan asas aktivitas digunakan
dalam semua model mengajar, baik model dalam kelas maupun model diluar kelas.
Hanya saja penggunaannya dilaksanakan dalam bentuk yang berlain-lainan
sesuaidengan tujuan yang hendak dicapai dan disesuaikan pula pada orientasi
sekolah yang menggunakan jenis kegiatan itu.
Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat
penting didalam interaksi belajar-mengajar. Dalam aktivitas belajar ada
beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yakni menurut
pandangan ilmu jiwa lama dan ilmu jiwa modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama
aktivitas didominasi oleh guru sedang menurut padangan ilmu jiwa modern,
aktivitas didominasi oleh siswa.
Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi
siswa, karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersentuhan dengan obyek
yang sedang dipelajari seluas mungkin, karena dengan demikian proses konstruksi
pengetahuan yang terjadi akan lebih baik. Aktivitas Belajar diperlukan
aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat mengubah tingkah laku,
jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Sani
(2013:61) bahwasannya tidak semua pembelajaran membutuhkan aktivitas nyata,
misalkan untuk pembelajaran matematika di tingkat menengah, dimana tidak
diperlukanya
hitungan jari jemari.Demikian pula pada pembelajaran membaca untuk
anak sekolah dasar, aktivitas utama adalah membaca.
Menurut Sanjaya (2011:132) aktivitas belajar bukanlah
menghafal sejumlah fakta atau informasi. Melainkan berbuat, memperoleh
pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi
pembelajaran harus mampu mendorong aktivitas siswa.
Menurut Hamalik (2010: 28),
belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan,
pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani,
etis atau budi pekerti dan sikap.
Sedangkan Sardiman (2011 : 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”
Sedangkan Sardiman (2011 : 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”
Dari uraian diatas dapat diambil pengertian aktivitas
belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam
kegiatan belajar guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan
memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.
Adapun jenis-jenis aktivitas dalam belajar yang
digolongkan oleh Paul B. Diedric (dalam Sardiman, 2011: 101) adalah sebagai
berikut:
a)
Visual activities, yang termasuk di
dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan
Diskusi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b)
Oral Activities, seperti menyatakan
merumuskan, bertanya, memberi saran, berpendapat, diskusi, interupsi.
c)
Listening Activities, sebagai contoh
mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d)
Writing Activities, seperti misalnya
menulis cerita, karangan, laporan, menyalin.
e)
Drawing Activities, menggambar, membuat
grafik, peta, diagram.
f)
Motor Activities, yang termasuk di
dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,
mereparasi, berkebun, beternak.
g)
Mental Activities, sebagai contoh
misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, mengambil
keputusan.
h)
Emotional Activities, seperti misalnya,
merasa bosan, gugup, melamun, berani, tenang.
Aktivitas belajar siswa merupakan segala bentuk kegiatan
yang dilakukan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah yang mendukung
kegiatan belajarnya. “Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik
secara jasmani atau rohani”. Rousseau
(dalam Sardiman, 2011: 96), memberikan penjelasan “Pengetahuan itu harus diperoleh
dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan
bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani
maupun teknis”. Oleh karena itu, aktivitas yang dilakukan oleh siswa dapat
dilakukan baik secara jasmani maupun rohani dan aktivitas siswa selama proses
belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan untuk belajar.
Sardiman (2011: 95-96) berpendapat bahwa “Tidak ada
belajar kalau tidak ada aktivitas”. Siswa dalam belajar diwajibkan berperan
aktif, dengan kata lain belajar sangat diperlukan untuk adanya suatu aktivitas,
dengan begitu aktivitas belajar sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya
keberhasilan proses belajar.
Hamalik (2010:175) mengatakan penggunaan asas aktivitas
besar nilainya bagi pengajaran para siswa, oleh karena :
a)
Para siswa mencari pengalaman
sendiri dan langung mengalami sendiri.
b)
Berbuat sendiri akan
mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral.
c)
Memupuk kerja sama yang
harmonis dikalangan siswa.
d)
Para siswa bekerja menurut
minat dan kemmapuan sendiri.
e)
Memupuk disiplin kelas secara
wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.
f)
Mempererat hubungan sekolah dan
masyarakat, dan hubungan antara orang tua dan guru.
g)
Pengajaran diselenggarakan
secara realities dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir
kritis serta menghindarkan verbalitis.
h)
Pengajar disekolah menjadi
hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat.
2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang
adalah sebagai berikut:
2.1. Faktor Intern
Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam
individu itu sendiri. Faktor intern terdiri dari faktor biologis dan faktor
psikologis (Slameto, 2010:54):
2.1.1.
Faktor biologis (jasmaniah)
Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan
keadaan fisik atau jasmani individu yang bersangkutan. Keadaan jasmani yang
perlu diperhatikan adalah kondisi fisik yang normal dan kondisi kesehatan
fisik. Artinya kondisi fisiknya tidak mengalami cacat sejak lahir seperti
keadaan otak, panca indera, anggota tubuh seperti tangan atau kaki, dan
organ-organ tubuh bagian dalam yang akan menentukan kondisi kesehatan
seseorang.
2.1.2.
Faktor Psikologis (Rohaniah)
Faktor psikologis yang mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa meliputi intelegensi siswa/ tingkat kecerdasan,
perhatian, minat, bakat, motif/dorongan, kematangan dan kesiapan siswa.
2.2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor yang
bersumber dari luar individu itu sendiri. Faktor ekstern meliputi faktor
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
2.2.1.
Faktor Keluarga
Faktor lingkungan keluarga merupakan
faktor pertama dan yang paling utama dalam menentukan keberhasilan belajar
seseorang. Kondisi lingkungan keluarga yang sangat menentukan keberhasilan
belajar seseorang adalah adanya hubungan yang harmonis diantara sesama anggota
keluarga, tersedianya tempat dan peralatan belajar yang cukup memadai, keadaan
ekonomi keluarga yang cukup, suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya
perhatian yang besar dari orang tua terhadap perkembangan proses belajar dan
pendidikan anak-anaknya.
·
Cara Orang Tua Mendidik
Cara orang tua mendidik anaknya besar
pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Hal ini jelas dan dipertegas oleh
Sutjipto (Slameto:2010,60) yang menyatakan Keluarga adalah lembaga pendidikan
yang utama dan perta. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam
ukuran kecil, yaitu pendidikan bangsa dan dunia.
·
Relasi Antar Anggota Keluarga
Relasi
anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain
itu relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lainnya.
Wujud relasi itu adalah apakah hubungan itu penuh dengan kasih sayang,
(Slameto, 2010:62).
·
Suasana Rumah
Suasana rumah yang dimaksudkan sebagai
situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana
anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang
tidak termasuk faktor yang sengaja.
·
Keadaan Ekonomi Keluarga
Keadaan
ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar
selain harus terpenuhi kebutuhannya pokoknya misalnya makanan, pakaian,
perlindungan kesehatan dan lainnya. Juga membutuhkan fasilitas belajar seperti
buku, alat tulis, alat-alat sekolah dan sebagainya. (Slameto, 2010:63).
·
Pengertian Orang Tua
Menurut
Slameto (2010:64) Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila
anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas dirumah. Kadang-kadang
anak mengalami lemah dan semangat, orang tua wajib memberikan dorongan dan
pengertian.
·
Latar Belakang Kebudayaan
Tingkat
pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam
belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar
mendorong semanagat anak untuk belajar (Slameto, 2010:64).
2.2.2.
Faktor Lingkungan Sekolah
Satu hal yang paling mutlak harus ada
di sekolah untuk menunjang keberhasilan belajar adalah adanya tata tertib dan
disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. Seluruh warga sekolah
harus menaati dan menjalankan peraturan yang ada di sekolah.
·
Metode Mengajar
Menurut
Slameto (2010:65) Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus di lalui
didalam mengajar. Mengajar itu sendiri adalah menyajikan bahan pelajaran oleh
orang ke orang lain. Metode guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar
siswa yang tidak baik pula.
·
Kurikulum
Kurikulum
diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu
sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai
dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahan pelajaran itu sangat
mempengaruhi belajar siswa. (Slameto, 2010:65).
·
Relasi Guru Dengan Siswa.
Proses
belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut dipengaruhi
relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Di dalam relasi guru dengan siswa
yang baik, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa
berusaha mempelajari sebaik-baiknya. (Slameto, 2010:66).
·
Relasi Siswa Dengan Siswa.
Guru
yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana tidak akan melihat baha di
dalam kelas ada group yang saling bersaing secara tidak sehat. Siswa yang
mempunyai sifat dan tingkah laku yang tidak menyenangkan teman lain mempunyai
rasa rendah diri dan mengalami tekanan. Akibatnya akan sangat mempengaruhi
aktivitas belajar.
·
Disiplin Sekolah.
Kedisiplinan
sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah juga dalam
belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan
melaksanakan tata tertib. Dengan demikian agar siswa lebih maju, siswa harus
disiplin di dalam belajar baik di sekolah juga. (Slameto, 2010:67).
·
Alat Pelajaran.
Alat
pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa. Karena alat pelajaran diaplikasikan
siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. Mengusahakan alat pelajaran yang
baik dan lengkap adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga
siswa dapat menerima pelajaran dengan baik (Slameto, 2010:68).
·
Waktu Sekolah.
Waktu
sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar disekolah, waktu itu
dapat di pagi hari, siang, sore/ malam hari. Waktu sekolah juga sangat
mempengaruhi belajar siswa. Jadi antara keadaan tubuh siswa siap dan tidak siap
juga harus diperhitungan dalam melaksanakan waktu sekolah.
·
Keadaan Gedung.
Dengan
jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-masing
menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap kelas.
Bagaimana mungkin mereka dapat belajar dengan enak, kalau keadaan kelas tidak
memadai (Slameto, 2010:69).
·
Metode Belajar.
Banyak
siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu pembinaan dari
guru. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu.
Juga dalam pembagian waktu untuk belajar. (Slameto, 2010:69).
·
Tugas Rumah.
Waktu
belajar terutama adalah di sekolah, di samping untuk belajar waktu rumah
biarlah di gunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan
terlalu banyak member tugas yang harus dikerjakan dirumah, sehingga anak tidak
mempunya waktu lain untuk kegiatan yang lainnya. (Slameto, 2010:69).
2.2.3.
Faktor Masyarakat
Lingkungan
masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah lembaga-lembaga
pendidikan non formal yang melaksanakan kursus-kursus tertentu seperti kursus
bahasa asing, keterampilan tertentu, bimbingan tes, kursus pelajaran tambahan
yang menunjang keberhasilan di sekolah, sanggar organisasi keagamaan seperti
remaja mesjid dan gereja, sanggar karang taruna.
·
Kegiatan Siswa Dalam Masyarakat
Menurut
Slameto (2010:70) Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan
perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian terhadap kegiatan
masyarakat yang terlalu banyak, lebih-lebih harus mampu mengatur waktunya.
·
Media Massa
Yang
termasuk dalam media massa adalah bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah,
buku, komik, dan lainnya. Media massa bisa berpengaruh baik dan buruk,
tergantung dari orang tua dan pendidik yang mengontrol kegiatan anak ketika
menggunakan salah satu media massa tersebut.
·
Teman Bergaul
Slameto
(2010:71) Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam
jiwa anak dari pada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh
baik terhadap diri siswa.
·
Bentuk Kehidupan Bermasyarakat
Kehidupan
masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat
yang terdiri dari orang yang terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai
kebiasaan yang tidak baik lainnya akan berpengaruh jelek terhadap anak (siswa)
yang berada dan hidup dilingkungan tersebut. Anak tertarik untuk melakukan hal
yang belum pernah mereka lakukan (Slameto,2010:71)
3.
Hakikat Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian
materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran
yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara
langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar (Istarani, 2011:1).
Model digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah
ditetapkan. Dengan demikian bisa terjadi satu strategi pembelajaran digunakan
beberapa model. Menurut Wina (dalam Istarani, 2011:1) Model adalah cara yang
dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Model secara harfiah adalah
“cara”.
Menurut Ahmad Sabri (dalam Istarani, 2012:1) model
pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan
digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara
individual ataupun secara kelompok. Agar tercapainya tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan, seorang guru harus mengetahui berbagai model. Dengan memiliki
pengetahuan berbagai model.
Kemp (Sanjaya, 2011:126) Model pembelajaran adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dan model juga suatu set
materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan
hasil belajar siswa.
Sani (2013:90) Model adalah cara menyampaikan materi
pelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Model merupakan cara
mengajar yang telah disusun berdasarkan prinsip dan system tertentu. Dengan
penjelasan diatas, bahwa kita ketahui maka model pembelajaran yang diterapkan
guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana
menjalankan model itu sendiri guru dapat menentukan mana yang dianggapnya
relevan dan penggunaan model itu selalu berbeda dengan guru yang lain.
Menurut Hamdani (2011:80) Model pembelajaran adalah cara
yang digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Karena
penyampaian itu berlangsung dalam interaksi edukatif, model pembelajaran dapat
diartikan sebagai cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan
siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dengan demikian, model pembelajaran
merupakan alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.
4.
Hakikat Model Pembelajaran Kerja Lapangan, Inkuiri, Diskusi.
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian
materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran
yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara
langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar (Istarani, 2011:1).
Model pembelajaran Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi
adalah penggabungan model kerja lapangan, inkuiri, dan diskusi. Model ini
digabungkan dalam membahas satu materi pembelajaran. Peneliti tertarik
melakukan pengambilan 3 model pembelajaran karena, berdasarkan survey peneliti
menilai aktivitas belajar siswa tidak akan meningkat jika hanya dilakukan
dengan 1 model pembelajaran saja.
Pemahaman dari penggabungan 3 model pembelajaran ini
adalah : pembelajaran yang dilakukan diluar kelas dengan mengenal alam sekitar
kemudian siswa dituntut lebih menganalisis semua kegiatan yang mereka lakukan
di luar kelas. Setelah aktivitas belajar di luar kelas telah dilakukan, siswa
kemudian masuk kedalam kelas dengan dibimbing oleh guru untuk menemukan
permasalahan-permasalahan yang ada pada pembelajaran luar kelas. Setelah siswa
mampu menganalisis apa yang menjadi masalah dalam materi yang di pelajari,
siswa dibagi beberapa kelompok kemudian mendiskusikannya bersama-sama. Dan
setelah diskusi berlangsung, setiap individu harus membuat laporan selama
pembelajaran aktivitas di luar kelas, sampai penemuan permasalahan dan
penyelesaian permasalahan.
Metode kerja lapangan. Inkuiri dan diskusi cukup
kompleks jika di dalam pembelajaran dilaksanakan, namun hanya saja terkdang
terbatas oleh waktu pembelajaran di sekolah. Dan keadaan-keadaan internal dari
diri siswa. Metode kerja lapangan, inkuiri dan diskusi juga dinilai sangat baik
dalam meningkatkan wawasan siswa dan pengetahuan siswa. Siswa akan mampu menyelesaikan
masalah dengan lebih baik lagi. Adapun teori yang mendukung metode pembelajaran
kerja lapangan, inkuri, dan diskusi agar lebih di perjelas lagi adalah sebagai
berikut :
4.1. Model Pembelajaran Kerja Lapangan
Roestiyah (dalam Istarani, 2012:67) mengatakan yang
dimaksud dengan model kerja lapangan adalah suatu cara mengajar dengan cara
mengajak siswa ke suatu tempat diluar yang bertujuan tidak hanya sekedar
melakukan observasi atau peninjauan saja, tetapi langsung terjun/aktif
berpartisipasi ke lapangan kerja, agar siswa dapat menghayati sendiri dan
mengadakan penyelidikan serta bekerja sendiri di dalam pekerjaan yang ada di
masyarakat.
Penggunaan model penyajian ini diharapkan agar siswa
dapat langsung mengayati sendiri dan berpartisipasi aktif dalam pekerjaan itu.
Pengalaman dalam pekerjaan itulah yang sangat berharga bagi siswa untuk belajar
dengan baik. Dengan pengalamannya itu, mereka akan belajar dengan baik. Dan
pengalaman kerja itu merupakan latihan yang baik sekali, agar anak menjadi
biasa kerja dilapangan.
Model kerja
lapangan merupakan model mengajar dengan mengajak siswa kedalam suatu tempat
diluar sekolah yang bertujuan tidak hanya sekedar observasi atau peninjauan
saja, tetapi langsung terjun turut aktif ke lapangan kerja agar siswa dapat
menghayati sendiri serta bekerja sendiri didalam pekerjaan yang ada dalam
masyarakat.
Menurut
Istarani (2012:67) agar pelaksanaan model kerja lapangan ini dapat berhasil
guna dan daya guna. Maka perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut,
yaitu:
a)
Guru sebelumnya harus mampu
merumuskan tujuan dari latihan kerja itu secara jelas, sehingga siswa mampu
memahaminya dan mengerti apa tujuan mereka turut terjun langsung ke lapangan.
b)
Kemudian guru, trainer perlu
menghubungi pengurus tempat sasaran, untuk meminta izin dan meninjau situasi
apa yang harus dikerjakan siswa nantinya.
c)
Menyiapkan siswa dengan
tugas-tugas yang sudah diatur, memberi tugas dalam kelompok, instruksi yang
jelas.
d)
Guru atau trainer harus ikut
serta dengan siswa, sehingga harus juga mengawasi langsung pada pekerjaan siswa
dan bisa member nasihat bila diperlukan oleh siswa.
e)
Setelah anak kembali ke sekolah
diharuskan membuat laporan hasil trainningnya, untuk didiskusikan dan
dievaluasikan bersama.
Menurut Roestiyah (dalam Istarni,
2012:67) Adapun kelebihan model ini adalah :
a)
Siswa mendapat kesempatan untuk
langsung aktif bekerja di lapangan.
b)
Siswa memperoleh pengalaman
langsung dalam bekerja.
c)
Siswa akan menemukan
pengertian/pemahaman dari pekerjaan itu, mengenai kebaikan atau pun
kekurangannya.
d)
Maka bila ada kesulitan ia bisa
mencari jalan keluar untuk mengatasinya.
Sementara pendapat Istarani (2012:68) kekurangan
penggunaan model kerja lapangan ini adalah sebagai berikut :
a)
Waktu yag terbatas sehingga
tidak memungkinkan memperoleh pengalaman yang mendalam, juga penguasaan
pengetahuannya menjadi terbatas pula.
b)
Untuk kerja lapangan perlu
biaya yang banyak, ialah untuk biaya transport dari sekolah ke tempat tujuan,
biaya perlengkapan, dokumentasi, dan kebutuhan lainnya untuk latihan kerja..
c)
Tempat praktek yang jauh dari
sekolah, sehingga guru perlu meninjau dan mempersiapkan terlebih dahulu. Tidak
setiap tempat tujuan dapat diganggu untuk menerima siswa untuk turut
berpartisipasi.
d)
Tidak tersedianya trainer/
guru/ pelatih yang ahli sehingga siswa kurang persiapan dan pembinaan sehingga
siswa kurang persiapan dan pembinaan sewaktu akan melaksanakan latihan.
4.2. Model Pembelajaran Inkuiri
Menurut Sanjaya (2011:196) Strategi pembelajaran inkuiri
adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir
secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasa-biasa
dilakukan melalui Tanya jawab antara guru dan siswa.
Inkuiri sebenarnya berasal dari kata to inquire yang berarti ikut sera, atau
terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan
melakukan penyelidikan. Inkuiri juga dapat diartikan sebagai proses bertanya
dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Dengan kata
lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi
dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau
memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah (Jauhari, 2013:64).
Menurut Trianto (2011:114) Inkuiri merupakan bagian inti
dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta,
tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang
merujuk pada kegiatan menemukan.
Menurut Istarani (2011:132) menyatakan bahwa inkuiri
adalah suatu cara penyampaian pelajaran dengan penelaahan sesuatu yang bersifat
mencari cara kritis, analisi, argumentative (ilmiah) dengan menggunakan langkah-langkah
tertentu menuju suatu kesimpulan.
Ada beberapa rumusan pengajaran tentang pengajaran
berdasarkan inkuiri, antara yang satu dengan yang lainnya berbeda secara
graudial. Diantara rumusan itu adalah : “discover terjadi bila individu
terlibat, terutama dalam penggunaan proses-proses mentalnya untuk menemukan
beberapa konsep dan prinsip” (Hamalik, 2010:219).
Pengajaran inkuiri dibentuk atas dasar discover, sebab
seornag siswa harus menggunakan kemampuannya berdiskoveri dan kemampuan
lainnya. Dalam inkuiri, seseorang bertindak sebagai seorang ilmuwan, melakukan
eksperimen, dan mampu melakukan proses mental berinkuiri adalah sebagai
berikut:
a)
Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alami.
b)
Merumuskan masalah.
c)
Merumuskan hipotesis-hipotesis.
d)
Merancang pendekatan
invertigatif yang meliputi eksperimen.
e)
Melakukan eksperimen.
f)
Mensintesiskan pengetahuan.
g)
Memiliki sikap ilmiah antara
lain objektif, ingin tahu, keterbukaan, menginginkan dan menghormati
model-model teori, serta bertanggung jawab. (Hamalik, 2010 :219-220).
Inkuiri dapat dilakukan secara individual, kelompok atau
klasikal baik didalam maupun diluar kelas. Jadi “pengajaran berdasarkan inkuiri
adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok siswa inkuiri
kedalam suatu isu atau mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui
prosedur yang digariskan secara jelas dan structural kelompok”. (Hamalik, 2010:220).
Pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara
bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berfikir)
terkait dengan proses-proses berfikir reflektif. Jika berfikir menjadi tujuan
utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu
untuk membangun kemampuan itu.
Menurut Uzer Usman (dalam Istarani, 2011:133) Model
pengajaran inkuiri memiliki tujuan dan manfaat dalam peningkatan kreativitas
belajar siswa, diantaranya adalah :
a)
Mengembangkan kemampuan dan
keterampilan dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara objektif
dan mandiri.
b)
Mengembangkan kemampuan
berfikir kritis, analitis.
c)
Mengembangkan rasa ingin tahu
dan cara berfikir objektif baik secara individual maupun kelompok.
Disamping itu, ada beberapa manfaat lain yang
mengasumsikan bahwa inkuiri sangat mendasarkan digunakan dalam peningkatan
kreativitas belajar siswa (Hamalik, 2010:220), yaitu :
a)
Keterampilan berfikir kritis
dan berfikir deduktif yang diperlukan berkaitan dengan pengumpulan data yang
bertalian dengan kelompok hipotesis.
b)
Keuntungan dari siswa dari
pengalaman kelompok dimana mereka berkomunikasi, berbagi tanggung jawab dan
bersama-sama mencari pengetahuan.
c)
Kegiatan-kegiatan belajar
disajikan dengan semangat berbagai inkuiri dan diskoveri menambah motivasi dan
memajukan partisipasi.
Menurut Hamalik (2010:221) mengatakan bahwa langkah-langkah
penggunaan strategi pengajaran inkuiri adalah sebagai berikut :
a)
Mengidentifikasi dan merumuskan
situasi yang menjadi fokus inkuiri secara jelas.
b)
Mengajukan pertanyaan tentang
fakta.
c)
Memformulasikan hipotesis atau
beberapa hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah 2.
d)
Mengumpulkan informasi yang
relevan dengan hipotesis dan menguji setiap hipotesis dengan data yang
terkumpul.
e)
Merumuskan jawaban atas
pertanyaan sesungguhnya dan menyakatakn jawaban sebagai proposisi tentang
fakta. Jawaban itu merupakan sintesis antara hipotesis yang diajukan dan
hasil-hasil hipotesis yang diuji dengan informasi yang terkumpul.
Agar penggunaan strategi inkuiri dapat berhasil guna dan
berdaya guna, maka menurut Hamalik (2010:225) mengatakan bahwa ada tiga
komponen yang anggap essensial bagi keberhasilan pelaksanaan strategi inkuiri,
yaitu :
a)
Fungsi-fungsi kepemimpinan
spesifik yang harus dilakukan di dalam kelompok.
b)
Peran-peran khusus bagi setiap
anggota kelompok harus ditugaskan dan,
c)
Suasana emosional yang efektif
dan bermakna harus dibangun dan dipelihara.
Untuk itu, para siswa selain harus memahami maksud dan
prosedur inkuiri, mereka juga harus familier dan terlibat langsung ke dalam
ketiga komponen tersebut. Setiap langkah dalam proses inkuiri hendaknya
berlangsung secara efektif, karena itu para sisa harus mengetahui cara untuk
mencapai gerakan kearah pemuatan keputusan kelompok.
4.3. Model Pembelajaran Diskusi
Model diskusi adalah suatu cara mendidik yang berupaya
memecahkan masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing
mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapat. (Istarani, 2012: 31).
Dalam model diskusi proses pembelajaran berlangsung
melalui kegiatan berbagi atau sharing informasi
atau pengetahuan diantara sesama siswa. Dalam model ini guru berperan sebagai
fasilisator dengan memberikan masalah atau topic yang akan dibahas dan beberapa
aturan dasar dalam berdiskusi. Keberhasilan diskusi di antaranya dapat dilihat
dari partisipasi dan kontribusi peserta, ketertiban serta kelancaran jalannya
diskusi
Menurut Arends (dalam Trianto, 2011:122) mendefenisikan
diskusi sebagai komunikasi seseorang berbicara satu dengan yang lain, saling
berbagi gagasan dan pendapat. Sedangkan
menurut Suryosubroto (dalam Trianto, 2011:122) diskusi adalah suatu percakapan
ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok, untuk saling
bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan
mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.
Pendapat lain mengatakan bahwa model diskusi adalah cara
penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang
bisa berupa pertanyaan atau pertanyaan yang bersifat problematic untuk dibahas
dan dipecahkan bersama. Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar
yang dilakukan guru di sekolah. Di dalam diskusi ini proses belajar mengajar
terjadi, dimana interaksi antar dua atau lebih individu yang terlibat, saling
tukar menukar pegalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga
semuanya aktif, tidak ada yang pasif atau menjadi pendengar saja menurut
Syaiful (dalam Istarani, 2012:31).
Sanjaya (2011:154) Model diskusi adalah model
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama model
ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah
dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. Karena itu
diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih
bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara
bersama-sama.
Menurut Sanjaya (2011:155) secara umum ada 2 jenis
diskusi yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Pertama, diskusi
kelompok. Diskusi ini dinamakan juga diskusi kelas. Pada diskusi ini
permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan.
Kedua, diskusi kelompok kecil. Pada diskusi ini terbagi dalam beberapa
kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses diskusi diakhiri
dengan laporan setiap kelompok.
Model diskusi yang diterapkan sebagai model pembelajaran
memiliki berbagai keunggulan sebagaimana diuraikan berikut ini :
a)
Menumbuhkan sikap ilmiah dan
jiwa demokrasi karena :
·
Mendorong siswa untuk
berpartisipasi serta memiliki rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat.
·
Membiasakan siswa untuk mendapatkan
dukungan dan sanggahan atas pendapatnya serta menerima pendapat orang lain.
b)
Tergalinya gagasan-gagasan baru
yang memperkaya dan mempeluas pemahaman siswa terhadap materi yang dibahas.
c)
Menciptakan suasana belajar
yang partisipatif dan interaktif.
Sekalipun model diskusi memiliki keunggulan, model ini
tidak terlepas dari kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut :
a)
Pembicaraan dalam diskusi bisa
keluar dari jalur atau bahasan topic yang sedang dibahas.
b)
Pengajuan pendapat didominasi
siswa yang lebih siap, lebih menguasai materi dan atau siswa yang memiliki
kebiasaan mendominasi pembicaraan.
c)
Peserta yang tidak siap dan
tidak percaya diri akan asif dan tidak berpartisipasi dan berkontribusi dalam
pembicaraan.
d)
Diskusi melebihi waktu yang
ditentukan atau diskusi tidak mencapai hasil yang diharapkan ketika batas waktu
telah tiba.
e)
Ketika semua peserta diskusi
tidak siap atau ada dua pihak yang saling mempertahankan pendapatnya, diskusi
akan mengalami kebuntuan.
Pembentukkan
dan modifikasi sikap merupakan tujuan diskusi yang berorientasi pada isu yang
sedang berkembang. Diskusi yang bertujuan membentuk atau memodifikasi sikap
ini, dimulai dengan guru mengajukan permasalahan atau sejumlah peristiwa yang
menggambarkan isu. Guru atau pimpinan kelompok selanjutnya meminta pandangan
dari anggota kelompok untuk menemukan alternatif-alternatif pemecahan masalah
isu tersebut. Komentar-komentar terhadap masalah atau jawaban masalah dapat
diberikan anggota kelompok maupun pimpinan kelompok. Selama diskusi
berlangsung, pemimpin diskusi mencoba memperoleh penajaman dan klarifikasi yang
lebih baik tentang isu tersebut dengan memperkenalkan contoh-contoh yang
berbeda, dan menggerakkan para anggota diskusi mengajukan
pernyataan-pernyataannya.
Untuk menghindari berbagai permasalahan dalam
penggunaan model diskusi guru hendaknya memperhatikan dan memberi motivasi
kepada siswa supaya seluruh siswa ikut serta dalam diskusi. Untuk mengatasi
kelemahan atau segi negatif dari model ini, maka perlu memperhatikan hal-hal (Istarani,
2012:33) sebagai berikut :
a) Pimpinan diskusi diberikan kepada murid dan diatur secara
bergiliran.
b) Pimpinan diskusi yang diberikan kepada murid, perlu bimbingan dari
guru.
c) Guru mengusahakan supaya seluruh siswa ikut berpartisipasi dalam
diskusi.
d) Mengusahakan supaya semua siswa mendapat giliran berbicara,
sementara siswa lain belajar mendengarkan pendapat temannya.
e) Mengoptimalkan waktu yang ada untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model
diskusi ialah suatu cara penyampaian materi pelajaran dengan jalan bertukar
pikiran atau mendiskusikannya, baik antara guru dengan siswa ataupun sesama
siswa. Seiring dengan itu, model diskusi berfungsi untuk memotivasi murid
berpikir atau mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai persoalan-persoalan
yang kadang-kadang tidak dapat dipecahkan oleh suatu jawaban atau suatu cara
saja, tetapi memerlukan wawasan/ilmu pengetahuan yang mampu mencari jalan
terbaik.
5.
Hakikat Mata pelajaran IPA
IPA (IPA) didefinisikan sebagai
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan
kurikulum KTSP bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta, konsep, atau prinsipsaja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan
membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut
menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini
menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan
pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses
diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses
bagaimana cara produk IPA ditemukan.
Rumanta (2013: 22) menyatakan bahwa
ketrampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi
ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan,
mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta ketrampilan proses
terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun
hipotesis, menentukan variable, menyusun definisi operasional, menafsirkan
data, menganalisis dan mensintesis data.
Rumanta (2013:78) menyebutkan bahwa ketrampilan dasar
dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur,
mengklasifikasi, dan membuat hipotesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan
ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk
menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan
produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru
IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam dari segi istilah dapat
diartikan sebagai ilmu yang berisi pengetahuan alam. Ilmu artinya pengetahuan
yang benar, yaitu bersifat rasional dan obyektif. Pengetahuan alam adalah
pengetahuan yang berisi tentang alam semesta dan segala isinya. Jadi, IPA
adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dan segala
isinya.
Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD
yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian,
pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di
sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh
data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu
digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa
perlu di bimbing berpikir secara induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA
yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau
prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan
belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek
yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses
penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.
Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi
oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan
pembelajaran IPA di SD telah dirumuskan dalam kurikulum yang sekarang ini
berlaku di Indonesia. Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum KTSP selain
dirumuskan tentang tujuan pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang
lingkup pembelajaran IPA, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah
pengembangan pembelajaran IPA untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan
pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga
setiap kegiatan pendidikan formal di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut.
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum
meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja
ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan
kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman
konsep dalam Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup
materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah: (1) makhluk hidup dan proses
kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan
lingkungan, serta kesehatan. (2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya
meliputi: cair, padat dan gas. (3) energi dan perubahaannya meliputi: gaya,
bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. (4) bumi dan alam
semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling
berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau
penemuan konsep IPA.
IPA adalah pengetahuan manusia tentang alam yang
diperoleh dengan cara terkontrol. Beberapa makna IPA adalah sebagai berikut:
1. IPA sebagai ilmu
Keberadaan dan
perkembangan ilmu harus diusahkan dengan adanya aktivitas manusia dan aktivitas
harus dilaksanakan dengan menggunakan model tertentu dan akhirnya aktivitas
metodis tersebut akan menghasilkan pengetahuan sistematis.
2. IPA sebagai produk
IPA merupakan
kumpulan pengetahuan yang tersusun dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum
dan teori.
3. IPA sebagai proses
IPA merupakan
cara kerja, cara berfikir dan cara memecahkan suatu masalah, sehingga meliputi
kegiatan bagaimana mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu dengan yang
lain, menginterpestasikan data dan menarik kesimpulan.
Kesimpulan dari
beberapa pendapat diatas adalah IPA merupakan ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dimana kumpulan pengetahuan yang ada
diperoleh dengan menggunakan model-model berdasarkan observasi. Ada enam
prinsip-prinsip dalam pembelajaran IPA yang dikemukan Rumanta
(2013:25-25), yaitu:
a. Empat pilar pendidikan
global.
b. Inkuiri
c. Kontruktivistik
d. Salingtemas (IPA, teknologi,
masyarakat).
e. Pemecahan masalah
f. Pembelajaran bermuatan
nilai
g. Prinsip Pakem
Pembelajaran IPA
di SD pada hakikatnya membentuk individu-individu yang berkemampuan ilmiah dan
kritis dalam menghadapi masalah serta gejala-gejala yang terjadi diingkungan
sekitar dalam kehidupan. Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk Sekolah Dasar
adalah sebagai berikut:
·
Makluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
·
Benda/materi, sifat-sifat, dan kegunaannya meliputi cair,padat dan gas.
·
Energi dan perubahannya, meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana,
·
Bumi dan alam semesta, meliputi tanah, bumi, tata surya dan benda-benda
langitnya.
B. Kerangka Berfikir
Belajar merupakan peristiwa sehari-hari yang pada
umumnya berlangsung di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks.
Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek yaitu dari guru
dan siswa. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai proses mental dalam
menghadapi bahan pelajaran yang disajikan guru di sekolah. Melalui guru, siswa
mendapat beragam kemampuan keterampilan, dan sikap yang dapat diukur melalui
perubahan serta meningkatnya ketiga kemampuan tersebut.
Model pembelajaran Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi
adalah penggabungan model kerja lapangan, inkuiri, dan diskusi. Model ini
digabungkan dalam membahas satu materi pembelajaran. Peneliti tertarik
melakukan pengambilan 3 model pembelajaran karena, berdasarkan survey peneliti
menilai aktivitas belajar siswa tidak akan meningkat jika hanya dilakukan
dengan 1 model pembelajaran saja.
Model pemebelajaran Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi
ini pertama adalah siswa diberikan kerja lapangan, kemudian setelah kerja
lapangan maka siswa akan menemukan sebuah hal yang menjadi masalah, setelah
mereka evaluasi dengan penemuan mereka. Maka siswa mendiskusikan semua hal
tersebut dengan teman kelompok mereka.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar masih banyak dilakukan
secara konvensional/tradisional (pembelajaran berpusat pada guru) serta lemahnya kemampuan guru dalam mendorong dan
memotivasi siswa menjadikan prestasi
belajar IPA masih rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Hal
tersebut peneliti temukan pada saat melakukan observasi di Di Kelas V SD Negeri
050670 Pantai Gemi T.A.2013/2014, dimana pelajaran IPA selalu disajikan secara
verbal melalui kegiatan ceramah dan textbook oriented, dengan keterlibatan
siswa yang sangat minim karena siswa hanya melakukan kegiatan duduk, diam,
mendengar, mencatat dan menghafal, sehingga kurang menarik minat siswa dan
membosankan yang akhirnya membuat siswa mudah lupa terhadap konsep yang telah
diberikan. Ini dilihat dari nilai KKM 75. Sementara nilai rata-rata siswa hanya
mencapai 58,9.
Adapun yang harus dilakukan agar pembelajaran IPA ini
tercapai, maka disusunlah langkah-langkah sebagai berikut : Guru menyampaikan
ingin kompetensi yang di capai, Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang
akan di sampaikan, Menyiapkan bahan atau alat yang di perlukan, Menunjukan salah
seorang peserta didik untuk menKerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusikan sesuai
scenario yang telah disiapkan, Seluruh peserta didik memperhatikan Kerja
Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi dan menganalisisnya, tiap peserta didik
mengemukan hasil analisisnya dan juga pengalaman peserta didik diKerja
Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusikan, dan terakhir guru membuat kesimpulan.
Setelah langkah ini dilaksanakan dengan baik, maka guru
membuat kesimpulan akhir dengan melakukan tes pada pembelajaran IPA. Dan dengan
tes hasil belajar IPA ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian
tindakan kelas ini berhasil atau tidak. Harapan dalam penelitian ini, agar
siswa mampu meningkatkan hasil belajar IPA .
C. Hipotesis Tindakan
Maka dapat ditentukan hipotesis tindakan dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah “Meningkatnya Aktivitas Belajar Siswa Dengan Model
Pembelajaran Kerja Lapangan, Inkuiri, Dan Diskusi Pada Pelajaran IPA Di Kelas V
SD....
semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar