BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Proses pendidikan adalah proses
perkembangan yang yang memiliki tujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara
alamiah ialah kedewasaan, kematangan. Sebab potensi manusia yang paling alamiah
ialah bertumbuh menuju ketingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan
terwujud apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan misalnya:
iklim, makanan, kesehatan, keamanan sesuai dengan kebutuhan manusia adanya
aktifitas dan lembaga-lembaga pendidikan merupakan jawaban manusia atas
problema itu. Karena manusia berkesimpulan, dan yakin bahwa pendidikan itu
mungkin dan mampu mewujudkan potensi manusia sebaga aktualitas, maka pendidikan
itu diselenggarakan. Timbulnya problem dan pikiran pemecahan itu adalah bidang
pemikiran filsafat dalam hal ini filsafat pendidikan berarti pendidikan adalah
pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan perkataan lain ide filsafat yang
memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi pembinaan manusia,
telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas
penyelenggaraan pendidikan.
Aliran
maupun gagasan tokoh dalam filsafat khususnya dalam bidangpendidikan membawa
pengaruh masing-masing dalam kehidupan
Salah satu aliran filsafat pendidikan ialah perenialisme. Perenialisme lebih
menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan
budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu
Masing-masing
aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena
itu, dalam praktek pengembangan pendidikan, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini telah dirumuskan
beberapa rumusan masalah terkait aliran filsafat perenilaisme yakni :
1.
Bagaimana sejarah dan pengertian aliran perenialisme ?
2.
Bagaimana konsep dasar aliran perenialisme yang
mencakup hakikat pendidikan, tujuan pendidikan, hakikat guru dan hakikat murid,
proses belajar mengajarnya?
3.
Bagaimana implikasi konsep dasar pada pendidikan
sekolah dasar dan menengah ?
4.
Bagaimana
analisis oleh penulis terhadap aliran
perenialisme yang mencakup kelebihan dan kelemahan, pandangan dalam pendidikan
?
C.
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas maka
dapat dirumuskan tujuan penulisan makalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui sejarah dan pengertian aliran perenialisme.
2.
Mengetahui konsep dasar aliran perenialisme yang
mencakup hakikat pendidikan, tujuan pendidikan, hakikat guru dan hakikat murid,
proses belajar mengajarnya.
3.
Mengetahui implikasi konsep dasar
pada pendidikan sekolah dasar dan menengah.
4.
Memberikan
analisis terhadap aliran perenialisme yang mencakup kelebihan dan kelemahan,
relevansi pandangan dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Aliran Perenialisme
Perenialisme
merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20.
Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialis
menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang
baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan,
ketidakpastian, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural.
Solusi
yang ditawarkan kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang dengan
menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kukuh, kuat pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Peradaban – kuno (Yunani Purba) dan abad pertengahan dianggap sebagai dasar
budaya bangsa-bangsa di dunia dari masa ke masa dari abad keabad (Sa’dullah,
2009:151).
Pandangan
– pandangan yang telah menjadi dasar budaya manusia tersebut, telah teruji
kemampuan dan kekukuhan oleh sejarah. Pandangan – pandangan plato dan
Aristoteles mewakili peradapan Yunani Kuno, serta ajaran Thomas Aquina dari
abad pertengahan. Kaum perenialis percaya bahwa ajaran dari tokoh – tokoh
tersebut memiliki kualitas yang dapat dijadikan tuntutan hidup dan kehidupan
manusia pada abad ke dua puluh ini.
Mohammad
Noor Syam ( 1984 ) mengemukan pandangan perenialisme, bahwa pendidikan harus
lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah
teruji dan tangguh. Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Perenialisme tidak melihat
jalan yang menyakinkan selain, kembali pada prinsip-prinsip yang telah
sedemikian rupa membentuk suatu sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia
yaitu kebudayaan dahulu (Yunani Kuno).
B. Sejarah Aliran Perenialisme
Pendukung filsafat perenialis adalah Robert
Maynard Hutchins dan Mortimer Adler. Hutchins (1963) mengembangkan suatu
kurikulum berdasarkan penelitian terhadap Great Books (Buku Besar Bersejarah)
dan pembahasan buku-buku klasik. Perenialis menggunakan prinsip-prinsip yang
dikemukakan Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquino. Pandangan-pandangan Plato
dan Aristoteles mewakili peradaban Yunani Kuno serta ajaran Thomas Aquino dari
abad pertengahan. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya
Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles
sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai
pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme
memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad
pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan
zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah
lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk
kembali kemasa lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan
yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan
bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Pendapat
di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya
filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia
perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia
itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai
dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang
dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam
maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal
dengan nama perenialisme.
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bamadib, 1990: 64-65).
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bamadib, 1990: 64-65).
Filsafat perenialisme Menurut Tokoh
Pandangan para tokoh mengenai
perenialisme yaitu :
1. Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman
kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran
kebenaran dan ukuran moral merupakan sofisme adalah manusia secara pribadi,
sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian
dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan
bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau
kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang
berasal dari realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber
dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada
sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi.
Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan
nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan
menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.
2. Aritoteles
Aritoteles (384-322 SM), adalah
murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya,
yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realism (realism klasik).
Cara berfikir Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan
berfikir rasional spekulatif. Arithoteles mengambil cara berfikir rasional
empiris realitas. Ia mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang
lebih dekat dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.
Arithoteles
hidup pada abad keempat sebelum Masehi, namun ia dinyatakan sebagai pemikir
abad pertengahan. Karya-karya Arithoteles merupakan dasar berfikir abad
pertengahan yang melahirkan renaissance. Sikap positifnya terhadap inkuiry
menyebabkan ia mendapat sebutan sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan akan
menghasilkan kabahagiaan dan kebajikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau
perenuangan pasif, melainkan merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.
Menurut
Arithoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai
materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam
materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar akan menuju pada proses
yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia
sebagai hewan rasional memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup
dalam alam materi sehingga akan menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu
kehidupan yang abadi, alam supernatural.
3. Thomas Aquina
Thomas Aquina mencoba mempertemukan
suatu pertentangan yang muncul pada
waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetulnya dengan
filsafat Aritoteles, sebab pada waktu itu yang dijadikan dasar pemikiran logis
adalah filsafat neoplatonisme dari Plotinus yang dikembangkan oleh St.
Agustinus. Menurut Aquina, tidak terdapat pertentangan antara filsafat
(khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen). Keduanya dapat
berjalan dalam lapangannya masing-masing. Thomas Aquina secara terus menerus
dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.
Pandangan
tentang realitas, ia mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu
karena diciptekan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Ia mempertahankan
bahwa Tuhan, bebas dalam menciptakan dunia. Dunia tidak mengalir dari Tuhan
bagaikan air yang mengalir dari sumbernya, seperti halnya yang dipikirkan oleh
filosof neoplatonisme dalam ajaran mereka tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua hal dalam pemikiran tentang
realitannya, yaitu : 1) dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar, dan 2)
penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja, demikian menurut Bertens (1979).
Dalam
masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukaan bahwa pengetahuan itu diperoleh
sebagai persentuhan dunia luar dan oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain
pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu, manusia dapat memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman dan rasionya (di sinilai ia mempertemukan
pandangan filsafat idealism, realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat Thomas
Aquina disebut tomisme. Kadang-kadang orang tidak membedakan antara
perenialisme dengan neotonisme. Perenialisme adalah sama dengan neotonisme
dalam pendidikan
C.
Konsep Dasar Aliran Perenialisme
a.
Hakikat pendidikan
Tentang
pendidikan kaum Perenialisme memandang education as cultural regression :
pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang
dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan
pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang
pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang
sebagai kebudayaan ideal tersebut.Sejalan dengan hal di atas, penganut
Perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal
dan abadi.
Robert
M. Hutchins mengemukakan “Pendidikan mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran
mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan
dalah kebenaran. Kebenaran di mana pun dan kapan pun adalah sama. Karena
itu kapan pun dan di mana pun pendidikan adalah sama”. Selain itu pendidikan
dipandang sebagai suatu
persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri. (Madjid Noor,dkk, 1987)
Filsafat
pendidikan Perenialisme mempunyai empat prinsip dalam pembelajaran secara umum
yang mesti dimiliki manusia, yaitu:
1. Kebenaran
bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu, dan orang.
2. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian
pemahaman atas kebenaran
3.
Kebenaran
dapat ditemukan dalam karya – karya agung
4. Pendidikan adalah kegiatan liberal
untuk mengembangkan nalar
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1.
Menurut Plato adalah Program pendidikan yang ideal
harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal
2.
Menurut Aristoteles adalah Perkembangan budi merupakan
titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya
3.
Menurut Thomas Aquinas adalah Pendidikan adalah
menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata.
b. Tujuan Umum
Pendidikan
Membantu
anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena itu
kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran
tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni.
Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui :
·
Latihan intelektual secara cermat untuk melatih
pikiran, dan
·
Latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan
manusia spiritual.
Tujuan
pendidikan menurut tokoh-tokoh dalam aliran perenialisme sebagai berikut :
·
Menurut Plato, tujuan utama
pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan
melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan
·
Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan adalah
membentuk kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan
kesadaran menurut aturan moral.
·
Menurut Thomas Aquinas Thomas,
tujuan pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi
aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu.
c. Hakikat Guru
Tugas
utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang
memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor
keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang
yang telah mendidik dan mengajarkan. Berikut pandangan aliran perenialisme
mengenai guru atau pendidikan :
·
Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan
kegiatan belajar-mengajar di kelas.
·
Guru
hendaknya orang yang menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru yang ahli
(a master
teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa menyimpulkan
kebenaran-kebenaran yang tepat, dan wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai
orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya
tifdak diragukan.
d. Hakikat Murid
Murid
dalam aliran perenialisme merupakan makhluk yang dibimbing oleh prinsip-prinsip
pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia biologis. Hakikat
pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai kepada subyek didik,
mencakup totalitas aspek kemanusiaan, kesadaran, sikap dan tindakan kritis
terhadap seluruh fenomena yang terjadi di sekitarnya. Pendidikan bertujuan
mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang
melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan dan indera.
Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya
: spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara
individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah
kebaikan dan mencapai kesempurnaan.
e. Proses Belajar Mengajar
Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut
Perenialisme, adalah latihan dan disiplin mental. Maka, teori dan praktik
pendidikan haruslah mengarah kepada tuntunan tersebut. Teori dasar dalam
belajar menurut Perenialisme terutama:
·
Mental dicipline sebagai teori dasar
Menurut Perenialisme sependapat
latihan dan pembinaan berpikir adalah salah satu kewajiban tertinggi dalam
belajar, atau keutamaan dalam proses belajar. Karena program pada umumnya
dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
·
Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas berpikir dan kemerdekaan harus
menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas berpikir harus disempurnakan
sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan hendaknya membantu manusia
untuk dirinya sendiri yang membedakannya dari makhluk yang lain. Fungsi belajar
harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu aktualisasi diri manusia sebagai makhluk
rasional yang bersifat merdeka.
·
Leraning to Reason (belajar untuk
berpikir)
Bagaimana tugas berat ini dapat
dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir. Perenialisme tetap percaya
dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan
membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan
pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah
menengah dan pendidikan tinggi.
·
Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu
berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral dan kebajikan
intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk berpikir
berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik etika, sosial
politik, ilmu dan seni.
·
Learning through teaching
Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru
bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai
murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan
potensi – potensiself discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas
murid – muridny, karena ia seorang profesional yang memiliki kualifikasi
dan superior dibandingkan dengan murid – muridnya. Guru harus
mempunyai aktualitas yang lebih
f. Kurikulum
Kurikulum
menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada
seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara cultural” para siswa harus
berhadapan dengan bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik yang
diciptakan oleh manusia.
Dua
dari pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan Mortimer
Adler. Sebagai rector the University of Chicago, Hutchin (1963) menegembangkan
suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitan terhadap Buku besar
bersejarah (Great Book) dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan
dalam seminar-seminar kecil. Kurikulum perenialis Hutchins didasarkan pada tiga
asumsi mengenai pendidikan :
·
Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran
manusia yang berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar
dimanapun juga. Kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu
·
Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan
memfokuskan pada gagasan – gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada
gagasan- gagasan . pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting
pendidikan
·
Pendidikan harus menstimulus para mahasiswa untuk
berfikir secara mendalam mengenai gagasan – gagasan signifikan. Para guru harus
menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metoda pokok mereka, dan
mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.
D.
Implikasi Konsep Dasar dengan
Pendidikan Sekolah Dasar
Pandangan
– pandangan kurikulum menurut aliran perenialisme yang mempengaruhi praktik pendidikan.
1. Pendidikan Dasar dan Menengah
a) Pendidikan sebagai
persiapan
Perbedaan Progresivisme dengan
Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as preparation”. Dewey
dan tokoh – tokoh Progresivisme yang lain menolak pandangan bahwa sekolah
(pendidikan) adalah persiapan untuk kehidupan. Tetapi Perenialisme berpendapat
bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di dalam masyarakat. Dasar
pandangan ini berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada dalam fase potensialitas
menuju aktualitas, menuju kematangan.
b) Kurikulum Sekolah
Menengah
Prinsip kurikulum pendidikan dasar,
bahwa pendidikan sebagai persiapan, berlaku pula bagi pendidikan mencegah.
Perenialisme membedakan kurikulum pendidikan menengah antara program, “general
education” dan pendidikan kejuruan, yang terbuka bagi anak 12-20 tahun.
2. Pendidikan Tinggi dan Adult Education
a) Kurikulum Universitas
Program “general education”
dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult education. Pendidikan tinggi
sebagai lanjutan pendidikan menengah dengan program general education yang
telah selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun sebab dianggap telah cukup mempunyai
kemampuan melaksanakan program pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi pada
prinsipnya diarahkan untuk mencapai tujuan kebajikan intelektual yang disebut
“The intellectual love of good”.
b) Kurikulum Pendidikan Orang Dewasa
Tujuan pendidikan orang dewasa ialah
meningkatkan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam pendidikan lama sebelum
itu, menetralisir pengaruh – pengaruh jelek yang ada. Nilai utama pendidikan
orang dewasa secara filosofis ialah mengembangkan sikap bijaksana, guna
merenorganisasi pendidikan anak – anaknya, dan membina kebudayaannya. Malahan
Hutchins mengatakan, pendidikan orang dewasa adalah jalan menyelamatkan
kehidupan bangsa – bangsa.
E.
Analisis Kritis terhadap Konsep
Dasar Aliran Perenialisme
a.
Kelebihan
·
Perenialisme mengangkat kembali nilai-nilai atau
prinsip-prinsip umum yang menjadi pandangan hidup yang kokoh pada zaman kuno
dan abad pertengahan. Dalam pandangan perenialisme pendidikan lebih banyak
mengarahkan perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
·
Kurikulum menekankan pada perkembangan intelektual
siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi terpelajar secara kultural, para siswa
harus berhadapan pada bidang-bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik
dan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia.
·
Perenialisme tetap percaya terhadap asas pembentukan
kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan
berhitung merupakan landasan dasar.
·
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan
kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam
kebudayaan ideal. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori
maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
·
Dalam pendidikan perenialisme, siswa diberi kebebasan
untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya dan siswa diberi kebebasan untuk
mengemukakan pendapatnya.
·
Siswa
belajar untuk mencari tahu sendiri jawaban dari masalah atau pertanyaan yang
timbul di awal pembelajaran. Dengan mendapatkan sendiri jawaban itu, siswa
pasti akan lebih mengingat materi yang sedang dipelajari.
·
Membentuk output yang dihasilkan dari pendidikan di
sekolah memilki keahlian dan kecakapan yang langsung dapat diterapkan dalam
kehidupan masyarakat.
b.
Kelemahan
·
Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut paham ini
menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terkait pada
tempat dan waktu aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu
·
Perenialis kurang menerima adanya perubahan-perubahan,
karena menurut mereka perubahan banyak menimbulkan kekacauan,
ketidakpastian,dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral,
intelektual, dan sosio-kultural
·
Focus
perenialis mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin pengetahuan abadi ,
hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian pada realitas peserta didik dan
minat-minat siswa.
·
Mengabaikan
kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah. Mengurangi
bimbingan dan pengaruh guru.
·
Dalam
pendidikan perenialisme, siswa menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia
menjadi manusia yang tidak memiliki self
discipline, dan tidak mau berkorban demi kepentingan umum.
c. Solusi
·
Dalam proses pembelajaran guru harus menyeimbangkan
antara pengetahuan dan kegiatan sehari-hari siswa, yaitu dengan menyeimbangkan
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Guru dikelas tidak hanya menekannka
apa aspek kognitif saja
·
Perenialis harus lebih bisa terbuka terhadap perubahan
yang terjadi di setiap jaman karena suatu perubahan tidak selalu berdampak
buruk atau memberi pengaruh negative dalam kehidupan moral, intelektual, dan
sosio-kultural. Harus dapat menyaring perubahan-perubahan yang terjadi.
·
Dalam
pembelajaran kaum perenialisme harus lebih memperhatikan kurikulum yang telah
berlaku. Karena kurikulum merupakan acuan dasar bagi setiap penyelenggara
pendidikan. Kurikulum berperan penting guna menjalankan proses pendidikan
·
Dalam pendidikan menurut kaum
perenialisme harus lebih mementingkan pendidikan bagi peserta didik agar
peserta didik mempunyai konsep diri yang kuat dan memiliki displin ilmu.
Peserta didik harus didik untuk kebih memperhatikan kepentingan umum. Karena
peserta didik nantinya akan menjadi bagian dari masyarakat dan kepentingan umum
merupakan kepentingan yang harus berada di atas kepentingan pribadi.
d. Relevansi Pandangan
Perenialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Ilmu
pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena
dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang
bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan
melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat
pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula
dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan
tenaganya secara penuh. Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki
pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki,
yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan
tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode dedduksi, yang merupakan
metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari
epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai
dengan ontologi tentang realita khusus.
Menurut
perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah
modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan.
Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai peran sedemikian, karena telah memiliki
evidensi diri sendiri.
Dengan
pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal
faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu
diselesaikan dan berusaha untuk men gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan
demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.
Anak
didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.
Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau.
Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam
bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi,
matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu
memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau
Dengan
mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut,
yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan
yakni:
ü Anak-anak
akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lamp au yang telah dipikirkan oleh
orang-orang besar.
ü Mereka
memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karyakarya tokoh terse but untuk
diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah
bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya buah pikiran
para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui
bagaimana pemikiran para ahli tersebut dalam bidangnya masing-masing dan dapat
mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna
bagi diri mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada
zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat perenialisme
tersebut.
Tugas
utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam
arti hidup akalnya. ladi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah
kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba
dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan
berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang
lain.
Sekolah
sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah
kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai
tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang
memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor
keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang
yang telah mendidik dan mengajarkan.
Adapun
mengenai hakikat pendidikan tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih
lanjut, bahwa kalau pada abad pertengahan filsafat teologis, sekarang
seharusnya bersendikan filsafat metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah
cinta intelektual dari Tuhan. Di samping itu, dikatakan pula bahwa karena
kedudukan sendi-sendi tersebut penting maka perguruan tinggi tidak seyogyanya
bersifat utilistis.
Dari
ungkapan yang diutarakan oleh Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat
pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah
berdasarkan pada filsafat metafisika yaitu filsafat yang berdasarkan cinta
intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena
manusia itu pada hakikatnya sama, maka perlulah dikembangkan pendidikan yang
sama bagi semua orang, ini disebut pendidikan umum (general education). Melalui
kurikulum yang satu serta proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat
tiap individu, diharapkan tiap individu itl! terbentuk atas dasar landasan
kejiwaan yang sama.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perenialisme
merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20.
Perenialisme lahir suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama
dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural
Tentang
pendidikan kaum Perenialisme memandang education as cultural regression :
pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang
dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tujuan pendidikan menurut tokoh-tokoh
dalam aliran perenialisme sebagai berikut :
1. Menurut Plato, tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang
sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan
2. Menurut Aristoteles,
tujuan pendidikan adalah membentuk kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda
dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
3. Menurut Thomas Aquinas Thomas, tujuan pendidikan adalah
menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata
tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu.
Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as
preparation”. Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi
kehidupan di dalam masyarakat. Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi,
bahwa anak ada dalam fase potensialitas menuju aktualitas, menuju kematangan.
B. Saran
1. Bagi
pemerintah
Diharapakan
pemerintah khususnya kementerian bidang pendidikan dan kebudayaan hendaknya
dengan bijaksana mmeletakkan kurikulum pembelajaran sesuai dengan l;andasan
budaya bangsa Indonesia dan mengupayakan pengembangan SDM pendiikan dan peningkgkatan sarana dan prasarana
penunjang kemajuan pendidikan dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan.
2. Bagi Guru
Diharapkan
bagi guru untuk senantiasa memotivasi diri dan mengupayakan pengembangan
kompetensinya agar semakin berkualitas pendidikan di Indonesia, selain itu guru diharapkan
memahami filsafat pendidikan dan mampu mengambil nilai esensi guna melandasi
proses pembelajaran yang sesuai dengan kearifan nilai sosial budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 2007. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Mudyahardjo, Redjo. 2002. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
Sadulloh, Uyoh. 2004. Pengantar filsafat Pendidikan. Bandung :
Alfabeta
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar