BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kelompok eksperimentalisme memandang manusia sebagai
mahluk yang dinamis., aktif dan kreatif. Manusia-manusia eksperimentalis adalah
manusia-manusia dan optimis bahwa ia dapat membentuk kualitas dirinya melalui
pembiasaan berfikir kreatif berdasarkan pengalaman-pengalaman. Aliran ini
selalupula dihubungkan dengan aliran-aliran pragmatisbahkan sering pula
dikacaukan antara keduanya. Pragmatisme dikatakan sebagai instrumentalisme
karena pemikirannya yang mengandaikan segala sesuatu dengan alat yang
mengharuskan seseorang atau sekelompok orang untuk selalu berbuat. Kehidupan
tidak memiliki makna finis. Ketika suatu tujuan telah tercapai dan kebutuhan
telah dipenuhi, namun tidak hanya sampai disitu saja, tetapi menjadi instrumen
bagi pengujian dan penemuan selanjutnya. Proses kehidupan tanpa akhir , karena
peraihan tujuan pertama adalah untuk diteruskan pada tujuan kedua. Tujuan kedua
untuk tujuan ketiga dan begitu seterusnya tanpa henti. Begitu pila
eksperimentalisme dikatakan sebagai pragmatisme karena pandangannya yang
mengatakan bahwa realitas yang nyata adalah perubahan dan hanaya dapat
diketahui melalui pengalaman praktis. Jadi kedua-duanya sama menekankan bahwa
yang riil adalah segala sesuatu yang dapat dialami dan dialami oleh pancaindra.realitas
adalah interaksi manusia dengan lingkungkannya. Sesuatu diaktakan benar apabila
dapat dibuktikan secara nyata dalam kehidupan praktis manusia.
Aliran eksperimentalis berpendapat, bahwa hidup adalah
perubahan dan perubahan terjadi melalui p[emikiran cerdas manusia. Dalam
menyelesaikan berbagai rintangan dan problem yang ada. Penyelesaian problem
sangat tergantung pada penyesuaian diri dengan berbagai realitas dalam
pengalaman-pengalaman. Kendatipun demikian kelompok eksperimentalisme
beranggapan bahwa pendidikan bukan hanya semata-mata memberiakan materi yang
dapat membawa subjek didik kearah kemampuan menyesuaiakan diri dengan situasi
kondisi kehidupan nyata saja, tetapi ayng lebih penting dari itu adalah
bagaimana agar subjek didik itu meningkatka kualitasnya melalui upaya
memperkuat dan meningkatkan pengalaman-pengalaman moral. Para ekperimentalis
menyadari, bahwa peranan rasio manusia mesti menjadi perhatian dalam
pengembangan sumberdaya manusia, karena fungsinya yang dapat menjembatani
relasi individu –individu dengan lingkungannya.
Kaum eksperimentalis memandang, bahwa mengembangkan
ruhaniyah manusia, termasuk akal, merupakan modal dasar manusia dalam memberikan interpretasidan seleksi terhadap
berbagai realitas yang dihadapinya dalam kehidupan, sehingga denga demikian ia
pun bergerak kearah peningkatan dan penyempurnaan kualitas dirinya. Aliran ini
menjadikan manusia sebagai center of excellence, sehingga manusia disini
dipandangnya sebagai ukuran segalanya. Seperti yang dikemukakan olehpratagoras
(+ 480-410) , pendeknya, norma untuk
mengukur segala sesuatu adalah manusia. Manusia disini tidak berarti oikiran
umat manusia tertapi dalam konteksnya yang individual.
.
C. Rumusan
masalah
1.
Apa yang dimaksud eksperimentalisme?
2.
Siapakah tokoh-tokoh yang mengemukakan eksperimentalisme?
3. Bagaimana pandangan eksperimentalisme
tentang pendidikan?
D. Tujuan :
1.
Agar kita mengetahui dengan eksperimentalisme.
2. Agar kita dapat mengetahui tokoh-tokoh yang
mengemukakan eksperimentalisme.
3. Agar
kita mengetahui pandangan eksperimentalisme tentang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian filsafat aliran
eksperimentalisme
Eksperimentalisme, adalah merupakan suatu filsafat yang resmi dan
sistematis. Usianya kurang dari satu abad, jadi termasuk bilangan salah satu
aliran filsafat yang termuda. Tetapi aliran filsafat ini nampak menonjol karena
mendasarkan pemikiran filsafatnya terutama seklai kepada segi negatif dari
pemikiran yang asasi (fundamental), yaitu menentang dan menolak paham-paham
filsafat sebelumnya. Untuk kesemuanya ini dan guna memenuhi semua harapan
Bangsa dan Negara kita, maka melakukan cara-cara belajar mengajar yang
bijaksana akan memainkan peranan yang sangat positif dan efektif buat mencapai tujuan
dan memenuhi segala harapan tersebut.
Falsafah Eksperimentalis ini dapat dikatakan merupakan suatu metode
dari pengetahuan modern yang sifatnya begitu umum hingga dapat melingkupi
segala aspek kehidupan manusia. Dia memulai langkah filsafatnya dengan “pengalaman” yang
senantiasa kita temuka didalam berbagai fase dan aspek kehidupan. Demikianlah
pula, apabila kita mempelajari“Pengalaman” itu, kita akan menemukan
suatu faktor tertentu yang aktif bekerja, yaitu apa yang kita sebutkan “Belajar”. Dan
kita akan melihat lebih lanjut bahwa usaha belajar itu dapat diarahkan
sedemikian rupa untuk membantu mewujudkan kehidupan yang lebih baik secara
effektif.
Dengan
konsepsi belajar yang demikian itu dalam hubungannya dengan cara hidup dan
pembinaan tingkah laku (character building), kami berkesimpulan bahwa sekolah
haruslah merupakan sebuah tempat dimana kemungkinan pembinaan suatu kehidupan
yang lebih baik dapat diusahakan agar berjalan terus, arena diluar kehidupan
yang seperti itu, anak-anak itu akan membina tingkah lakunya. Setelah itu anak
tersebut akan mempelajari dengan pasti apa yang diterimanya untuk dilakukan,
dan sebagai kelanjutannya, tugas kita sebagai guru hanyalah memberikan
bimbingan tidak langsung. Kita bertugas membina dan memberanikannya buat mencapai
kwalitas kehidupan yang terbaik, akan tetapi kita tidak dapat memerintahkan hal
tersebut kepadanya. Anak-anak itu akan belajar menimbulkan respons mereka
sendiri terhadap apa yang terjadi kepada mereka dan tentang mereka. Kita
berusaha buat membantu mereka dalam memberikan respons tersebut sebaik dan
selengkap mungkin. Akan tetapi keberhasilan kita dengan murid-murid kita akan
diuji oleh pertumbuhan mereka dalam kemampuan dan perkembangan watak mereka
yang tumbuh dari dalam diri mereka sendiri yang kelihatan bertambah matang dan
tambah bertanggung jawab. Di dalam suatu negara demokrasi, adalah
pribadi-pribadi yagn dapat menentukan arah diri mereka sendiri, itulah yang
akan kita bina. Orang-orang dengan kepribadian yang demikian itulah yang dapat
mendorong maju kehidupan ini, hingga lebih sukses dan berhasil buat
mengembangkan dunia kita ini. Dunia yang seperti itulah yang menarik perhatian
golongan Eksperimentalis dan diatas dasar pemikiran itu pulalah mereka
membentuk Filsafat Pendidikan Eksperimentalis. Eksperimentalisme memandang bahwa
belajar mestilah dimaknai dengan memberiakn latihan kecerdasan dalam menghadapi
berbagai tantangan dan persoalan kehidupan, sehingga subjek didik terbiasa
aktif mengolah berbagai data dan informasi untuk memecahkan problem hidupnya.
Dengan demikian, pendeknya yang paling cocok untuk mengembangkan sumberdaya
manusia adalah dengan memberikan latihan berfikir ilmiah dalam rangka
memecahkan berbagai problem. Tugas guru bukan lah transfer of learning tetapi
lebih pada mengajak subjek didik memecahkan problem sosial.
Mengingat
ekperimentalisme menjadikan manusia yang subjektif-individualistis sebagai
ukuran segala sesuatu, maka dalam pelaksanaan proses kependidikansebagai pusat
aktivitas pengembangan sumber daya manusia, maka sama dengan eksistensialisme
dan rasionalisme, aliran ini pun juga menjunjung tinggi asas kebebasan dalam
setiap langkah kegiatannya, termasuk
dalam kegiatan pendidikan.
Pendidikan
sekolah dalam halini mesti diarahkan untuk menyiapkan subjek didik mampu menyesuaikan
diri dan bereksperimen dalam masyarakat, sehingga memunculkan ide baru yang
terus dikembangkan menuju ide lain yang lebih baik dan sempurna dari sebelumnya
dan seterusnya samapi tanpa batas. Menurut imam barnadib, tokoh-tokoh pendidik
yang dekat dengan gagasan ini antara lain adalah E.L.Thorndike, G.Stanley Hal
dan Florence B.Steratemeyer.
Mengingat ekperimentalisme memandang
kehidupan dengan konstruk pengalaman-pengalaman dari masa lalu kesekarang dan
sekarang ke yang akan datang, maka bagi aliran ini pendidikan adalah proses
rekonstruksi pengalaman-pengalaman subjek didik. Kehidupan tidak lain adalah
perbaikan-perbaiakan kualitas, sehingga ketika tidak ada perbaikan dan
perubahan sama artinya tidak ada kehidupan. Pendidikan dalam hal ini dapat
dimaknai sebagai rekonstruksi sosial, sekolah adalah masyarakat kecil dan
pendidikan menyiapkan mereka agar mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Eksperimentalisme adalah suatu filsafat yang
mempelajari tentang proses/perolehan pengalaman. Pada
intinya merupakan perkawinan antara behaviorisme filosofis dengan pragmatisme.
Behaviorisme filosofis menganggap bahwa pengalaman personal merupakan keluaran
dari perilaku antara makhluk hidup dengan lingkungan fisik dan lingkungan
sosialnya.
B.
Tokoh-tokoh aliran
Filsafat Eksperimentalisme
Ada beberapa tokoh eksperimentalisme yang berperan penting dalam mengembangkan
aliran ini, antara lain :
Tokoh filosofi
eksperimental adalah adalah John
Dewey. Pragmatisme memiliki
sikap yang menganggap bahwa sebuah gagasan adalah benar jika menuntun ke arah
konsekuensi-konsekuensi efektif bilamana diterapkan ke pemecahan masalah nyata
( praktis).
.a. John Dewey
(1859-1952 M)
Sekalipun
Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan
persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis.
Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta
lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk
memenuhi kebutuhan manusiawi. Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey
menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan
nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang
kurang praktis, tidak ada faedahnya.
1. Dunia
Pengalaman
Eksperimentalisme adalah suatu filsafat yang resmi dan
sistematis. Usianya kurang dari satu abad, jadi termasuk bilangan salah satu
aliran filsafat yang termuda. Tetapi aliran filsafat ini tampak menonjol karena
mendasarkan pemikiran filsafatnya terutama sekali pada segi negatif dari
pemikiran yang asasi (fundamental), yaitu menentang dan menolak paham-paham
filsafat sebelumnya. Dalam abad ke XX ini kita melihat aliran filsafat ini
bergerak kearah dasar yang lebih postif. Dan kita harus terlebh dahulu mengerti
tentang apa yang ditolak oleh aliran filsafat ini, sebelum masuk kedalam
bidang-bidang mereka terima dengan baik dan mereka kokohnya.
Jadi menurut paham golongan
Ekspermentalis, barangkali realitas yang sebenarnya itu adalah benda-benda yang
kita dapati berada dihadapan kita, seperti pohon kayu, pintu rumah, es krim,
matahari naik dasn tenggelam kasih sayang, angin topan dan sebagainya. Jadi
semua benda dan barang-barang yang kita temukan dalam pengalaman kita
sehari-hari, itulah yang dikatakan nyata dan yang benar. Dan dari dunia yang
demikian inilah ahli-ahli filsafat Ekspermentalis terkenal masa kini berkata:
“... pembagian natural dan super-natural, yang nyata dan yang ideal, raealitas
dan kenampakan, subyek dan objek, akal dan tubuh, pikiran dan aktivitas, semua
hal itu nampaknya secara jelas adalah dualisme alamiah. Pengalaman adalah cukup
baik untuk mengatur masalah-masalah yang terjadi setiap hari, akan tetapi jika
kita ingin mengetahui lukisan tentang benda-benda itu sebagaimana adanya, kita
harus mempergunakan sesuatu yang lain, bukan barang-barang dan benda-benda yang
kita dapatkan dalam pengalaman luar biasa.
Sampai
disini seorang Ekspermentalis memperlihatkan keberatannya. Dia secara tidak
lengkap menyatakan bahwa pengalaman itu adalah semua yang kita punyai atau kita
harapkan dapat kita punyai. Hal itu menjadi pembicaraan tentang alam
semesta yang tinggi. Atau dalam kata biasa yang lebih intim, dapat dikatakan:
dia adalah sesuatu yang dapat dibicarakan oleh setiap orang. Demikianlah, dia
yang mempunyai kata pertama dan kata terakhir. Pengalaman itu “memberikan kita
problema” dan menguji pemecahan kita terhadap problema itu. Begitulah,
seandainya pengalaman seseorang itu tidak dapat memberikan kepada kita realitas
yang cukup jumlahnya, maka orang itu tidak mempunyai kemungkinan untuk
memperoleh jumlah realitas yang dimaksudkan itu.
2. Pengalaman
Kalimat utama dari masalah ini
tentunya adalah apa yang disebut pengalaman (experience). Hal ini meliputi
segala sesuatu yang dikerjakan, dipikirkan dan dirasakan orang. Demikian pula
perasaan seperti juga mengetahui, dan berpikir sama dengan melihat dan meraba
atau merasakan. Golongan eksperimentalis mempunyai pemikiran yang sangat
positif, mereka berpendapat bahwa dunia ini sungguh-sungguh cukup dan memadai
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Apa
yang benar-benar secara definitif kita alami adalah dunia ini, dan hanya di
dalam dunia ini sajalah realitas itu akan kita dapatkan, demikianlah kata ahli
filsafat realisme. Dunia orang-orang realis adalah kesatuan yang objektif,
benda yang bergerak aktif, mesin yang diluar sana yang menanti untuk ditemukan
oleh pengamat pemikiran yang sangat dekat dengan pendapat golongan
eksperimentalisme. Konsep tentang realitas menurut pandangan eksperimentalisme
adalah sebagai hasil dari penelitian yang hati-hati yang begitu dekat dengan
kenyataan. Penelitian itu hanyalah merupakan sebuah nama untuk sebuah
pengalaman yang sistematis dan teratur.
C.
Tiga Ungkapan Dasar Pemikiran
Eksperimentalis
1.
Eksperimentalisme Aliran Utama (Mainstream)
Pemikiran eksperimentalisme aliran utama ini mengambil sikap bahwa semua komitmen terhadap penyelidikan yang terbuka dan kritis pastilah menyiratkan adanya komitmen yang selaras, terhadap sebuah masyarakat yang terbuka dan kritis.
2.
Eksperimentalisme Egalitarian
Mengisyaratkan sebuah masyarakat kritis sejati hanya bias mengakar di mana sudah ada sebuah pembagian kembali sumberdaya-sumberdaya dan kekuasaan-kekuasaan efektif yang menyediakan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi praktis yang diperlukan untuk membuat pilihan personal menjadi pilihan yang sungguh-sungguh bermakna.
3.
Eksperimentalisme Teknokratis
Yaitu para eksperimentalis yang mewakili sebuah jenis sudut pandang teknokratis, cenderung memandang pemikiran kritis sebagai sesuatu yang secara fundamental bergantung kepada sebuah masyarakat objektif (ilmiah), dimana pengetahuan ilmiah adalah prasyarat bagi keadilan sosial serta dalam jangka waktu yang panjang menjadi prasyarat bagi perwujudan diri individual
Yaitu para eksperimentalis yang mewakili sebuah jenis sudut pandang teknokratis, cenderung memandang pemikiran kritis sebagai sesuatu yang secara fundamental bergantung kepada sebuah masyarakat objektif (ilmiah), dimana pengetahuan ilmiah adalah prasyarat bagi keadilan sosial serta dalam jangka waktu yang panjang menjadi prasyarat bagi perwujudan diri individual
Menurut imam
barnadib, tokoh-tokoh pendidik yang dekat dengan gagasan ini antara lain adalah
E.L.Thorndike, G.Stanley Hal dan Florence B.Steratemeyer.
D. Implikasi Terhadap Pendidikan
1 1. Tujuan
Pendidikan
Filsuf eksperimentalisme berpendapat
bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah
harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan
seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.
Tujuan-tujuan
pendidikan tersebut meliputi:
-
Kesehatan
yang baik
-
Keterampilan-keterampilan
dan kejujuran dalam bekerja
-
Minat dan
hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
-
Persiapan
untuk menjadi orang tua
-
Kemampuan
untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial
Tambahan tujuan khusus pendidikan di
atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya demokrasi. Menurut eksperimentalisme
pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk
menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan
sosial.
2. Kurikulum
Menurut para filsuf ekperimentalisme
, tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a self-correcting
trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang baik pada masa sekarang dan
masa yang akan datang. Kurikulum pendidikan eksperimentalisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah
teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut
akan berubah.
3. Metode Pendidikan
Ajaran eksperimentalisme lebih
mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method)
serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method).
Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat
pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka,
antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan
bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh
siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
Menurut Dewey yang dimaksud dengan Scientific Method ialah cara
yang dipakai oleh seseorang sehingga bisa melampaui segi pemikiran semata-mata
pada segi amalan. Dengan demikian, suatu pikiran bisa diajukan sebagai
pemecahan suatu kesulitan (to solve problematic situation), dan kalau
berhasil maka pikiran itu benar
4. Peranan Guru dan Siswa
Dalam pembelajaran, peranan guru
bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh
siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya.
Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan,
hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang
dirasakannya.
Untuk membantu siswa guru harus
berperan:
a.
Menyediakan
berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film, catatan-catatan,
dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk
memunculkan minat siswa.
b. Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara
spesifik.
c.
Membimbing
merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan
suatu masalah.
d. Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan
dengan masalah.
e. Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari,
bagaimana mereka mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap
siswa.
Edward J. Power (1982) menyimpulkan
pandangan eksperimentalisme bahwa “Siswa
merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh,
sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa
ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa”.
Guru disekolah harus merupakan suatu petunjuk jalan seta
pengamat tingkah laku anak, untuk mengetahui apakah yang menjadi minat
perhatian anak. Dengan mengamati perilaku anak tersebut, guru dapat menentukan
masalah apa yang akan dijadikan pusat perhatian anak. Yang harus dikerjakan
guru dalam hal disiplin adalah :
“First all compulsion should be award… secondly, the teacher
ought to do whatever is necessary to make a student feel a problem in not
knowing the subjek matter at hand. Thirdly, in order to arous interest, the
teacher ought familiarize himself throughly with capacities and interest, of
each student. Fourthly, the teacher ought to creat a situation in the classroom
in which every person present, including himself, cooperates with the others in
the process of learning” (Kingley Price, 1962 : 467)
Dalam proses belajar mengajar, ada beberapa saran bagi guru
yang harus diperhatikan, terutama dalam meghadapi siswa di kelas, yaitu :
1) Guru tidak boleh memaksakan suatu
idea tau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa.
2) Guru hendaknya menciptakan suatu
situasi yang menyebabkan siswa akan merasakan adanya suatu amasalah yang ia
hadapi, sehingga timbullah minat untuk memecahkan masalah tersebut.
3) Untuk membangkitkan minat anak,
hendaklah guru mengenal kemampuan serta minat masing-masing siswa.
4) Guru harus dapat menciptakan situasi
yang menimbulkan kerja sama dalam belajar, anatara siswa dengan siswa, antara
siswa dengan guru, begitu pula anatara guru dengan guru.
Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah
sebagai fasilisator, member dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja
bersama-sama, menyelidiki dan mengamati sendiri, berpikir dan menarik
kesimpulan sendiri, membangundan menghiasi sendiri sesuai dengan minat yang ada
pada dirinya. Dengan jalan ini si anak akan belajar sambil bekerja. Anak harus
dibangkitkan kecerdasannya, agar pada diri anak timbul hasrat untuk menyelidiki
secara teratur, dan akhirnya dpat berpikir ilmiah dan logis, yaitu cara
berpikir yang didasarkan pada fakta dan pengalaman.
Power
()1982) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan pragmatism terhadap
pelaksanaan pendidikan sebagai berikut :
1) Tujuan pendidikan
Member pengalaman untuk penemuan
hal-hal baru dalam hidup social dan pribadi.
2) Kedudukan siswa
Suatu organisme yang memiliki
kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh.
3) Kurikulum
Berisi pengalaman yang teruji yang
dapat diubah. Minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dpat menentukan
kurikulum. Menghilangkan perbedaan antara pendidikan liberal dengan pendidikan
praktis atau pendidikan jabatan.
4) Metode
Metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil
bekerja)
5) Peran guru
Mengawasi dan membimbing pengalaman
belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Eksperimentalisme, adalah merupakan suatu filsafat yang resmi dan
sistematis. Usianya kurang dari satu abad, jadi termasuk bilangan salah satu
aliran filsafat yang termuda. Tetapi aliran filsafat ini nampak menonjol karena
mendasarkan pemikiran filsafatnya terutama seklai kepada segi negatif dari
pemikiran yang asasi (fundamental), yaitu menentang dan menolak paham-paham
filsafat sebelumnya. Untuk kesemuanya ini dan guna memenuhi semua harapan
Bangsa dan Negara kita, maka melakukan cara-cara belajar mengajar yang
bijaksana akan memainkan peranan yang sangat positif dan efektif buat mencapai
tujuan dan memenuhi segala harapan tersebut.
Falsafah Eksperimentalis ini dapat dikatakan merupakan suatu metode
dari pengetahuan modern yang sifatnya begitu umum hingga dapat melingkupi
segala aspek kehidupan manusia. Dia memulai langkah filsafatnya dengan “pengalaman” yang
senantiasa kita temuka didalam berbagai fase dan aspek kehidupan. Demikianlah
pula, apabila kita mempelajari“Pengalaman” itu, kita akan menemukan
suatu faktor tertentu yang aktif bekerja, yaitu apa yang kita sebutkan “Belajar”. Dan
kita akan melihat lebih lanjut bahwa usaha belajar itu dapat diarahkan
sedemikian rupa untuk membantu mewujudkan kehidupan yang lebih baik secara
effektif
DAFTAR
PUSTAKA
Dewey,
John, Experience and Education, terj.
Ireine V. Pontoh, (Indonesia Publishing, 2009)
Dewey, John, Experience and Education, dalam “Great Book of Western World” (USA: Encyclopedia Britanica Inc, 1996)
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2007.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika
Aditama.
Mulyana, Deddy , DR., M.A. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya : Bandung
Juhaya S. Praja, Prof., Dr. 2003. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Prenada Media: Jakarta.
Mudzakir, Drs., dkk..1997. Filsafat Umum. CV. Pustaka Setia:
Bandung.
Munir, Misnal, Drs., M.Hum., dkk.
2006 Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta.
Power,
Edward J. 1982. Philosophy of
Education. New Jersey : Printice Hall Inc. Englewood Cliffs.
Shohib
Muhammad, Al-qur’an dan Terjemahan,Cetakan Pertama, (Jakarta: Sygma
Examedia Arkanleema, 2010)
Richard J.
Bernstein, Dewey John, dalam “The
Encyclopedia of Philosophy.
Syam, Nina W. 1987. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama
Keempat,
pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan membaharui sistem
pemerintahan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar