ADS

Jumat, 04 Desember 2015

Aliran Eksperimentalisme


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kelompok eksperimentalisme memandang manusia sebagai mahluk yang dinamis., aktif dan kreatif. Manusia-manusia eksperimentalis adalah manusia-manusia dan optimis bahwa ia dapat membentuk kualitas dirinya melalui pembiasaan berfikir kreatif berdasarkan pengalaman-pengalaman. Aliran ini selalupula dihubungkan dengan aliran-aliran pragmatisbahkan sering pula dikacaukan antara keduanya. Pragmatisme dikatakan sebagai instrumentalisme karena pemikirannya yang mengandaikan segala sesuatu dengan alat yang mengharuskan seseorang atau sekelompok orang untuk selalu berbuat. Kehidupan tidak memiliki makna finis. Ketika suatu tujuan telah tercapai dan kebutuhan telah dipenuhi, namun tidak hanya sampai disitu saja, tetapi menjadi instrumen bagi pengujian dan penemuan selanjutnya. Proses kehidupan tanpa akhir , karena peraihan tujuan pertama adalah untuk diteruskan pada tujuan kedua. Tujuan kedua untuk tujuan ketiga dan begitu seterusnya tanpa henti. Begitu pila eksperimentalisme dikatakan sebagai pragmatisme karena pandangannya yang mengatakan bahwa realitas yang nyata adalah perubahan dan hanaya dapat diketahui melalui pengalaman praktis. Jadi kedua-duanya sama menekankan bahwa yang riil adalah segala sesuatu yang dapat dialami dan dialami oleh pancaindra.realitas adalah interaksi manusia dengan lingkungkannya. Sesuatu diaktakan benar apabila dapat dibuktikan secara nyata dalam kehidupan praktis manusia.
Aliran eksperimentalis berpendapat, bahwa hidup adalah perubahan dan perubahan terjadi melalui p[emikiran cerdas manusia. Dalam menyelesaikan berbagai rintangan dan problem yang ada. Penyelesaian problem sangat tergantung pada penyesuaian diri dengan berbagai realitas dalam pengalaman-pengalaman. Kendatipun demikian kelompok eksperimentalisme beranggapan bahwa pendidikan bukan hanya semata-mata memberiakan materi yang dapat membawa subjek didik kearah kemampuan menyesuaiakan diri dengan situasi kondisi kehidupan nyata saja, tetapi ayng lebih penting dari itu adalah bagaimana agar subjek didik itu meningkatka kualitasnya melalui upaya memperkuat dan meningkatkan pengalaman-pengalaman moral. Para ekperimentalis menyadari, bahwa peranan rasio manusia mesti menjadi perhatian dalam pengembangan sumberdaya manusia, karena fungsinya yang dapat menjembatani relasi individu –individu dengan lingkungannya.
Kaum eksperimentalis memandang, bahwa mengembangkan ruhaniyah manusia, termasuk akal, merupakan modal dasar manusia dalam  memberikan interpretasidan seleksi terhadap berbagai realitas yang dihadapinya dalam kehidupan, sehingga denga demikian ia pun bergerak kearah peningkatan dan penyempurnaan kualitas dirinya. Aliran ini menjadikan manusia sebagai center of excellence, sehingga manusia disini dipandangnya sebagai ukuran segalanya. Seperti yang dikemukakan olehpratagoras (+  480-410) , pendeknya, norma untuk mengukur segala sesuatu adalah manusia. Manusia disini tidak berarti oikiran umat manusia tertapi dalam konteksnya yang individual.
.


C.  Rumusan masalah
1.     Apa yang dimaksud eksperimentalisme?
2.     Siapakah  tokoh-tokoh yang mengemukakan eksperimentalisme?
3.     Bagaimana pandangan eksperimentalisme tentang pendidikan?

D.  Tujuan :
1.     Agar kita mengetahui dengan eksperimentalisme.
2.     Agar kita  dapat mengetahui tokoh-tokoh yang mengemukakan eksperimentalisme.
3.   Agar kita mengetahui pandangan eksperimentalisme tentang pendidikan.












BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian filsafat aliran eksperimentalisme
Eksperimentalisme, adalah merupakan suatu filsafat yang resmi dan sistematis. Usianya kurang dari satu abad, jadi termasuk bilangan salah satu aliran filsafat yang termuda. Tetapi aliran filsafat ini nampak menonjol karena mendasarkan pemikiran filsafatnya terutama seklai kepada segi negatif dari pemikiran yang asasi (fundamental), yaitu menentang dan menolak paham-paham filsafat sebelumnya. Untuk kesemuanya ini dan guna memenuhi semua harapan Bangsa dan Negara kita, maka melakukan cara-cara belajar mengajar yang bijaksana akan memainkan peranan yang sangat positif dan efektif buat mencapai tujuan dan memenuhi segala harapan tersebut.
Falsafah Eksperimentalis ini dapat dikatakan merupakan suatu metode dari pengetahuan modern yang sifatnya begitu umum hingga dapat melingkupi segala aspek kehidupan manusia. Dia memulai langkah filsafatnya dengan “pengalaman” yang senantiasa kita temuka didalam berbagai fase dan aspek kehidupan. Demikianlah pula, apabila kita mempelajari“Pengalaman” itu, kita akan menemukan suatu faktor tertentu yang aktif bekerja, yaitu apa yang kita sebutkan “Belajar”. Dan kita akan melihat lebih lanjut bahwa usaha belajar itu dapat diarahkan sedemikian rupa untuk membantu mewujudkan kehidupan yang lebih baik secara effektif.
Dengan konsepsi belajar yang demikian itu dalam hubungannya dengan cara hidup dan pembinaan tingkah laku (character building), kami berkesimpulan bahwa sekolah haruslah merupakan sebuah tempat dimana kemungkinan pembinaan suatu kehidupan yang lebih baik dapat diusahakan agar berjalan terus, arena diluar kehidupan yang seperti itu, anak-anak itu akan membina tingkah lakunya. Setelah itu anak tersebut akan mempelajari dengan pasti apa yang diterimanya untuk dilakukan, dan sebagai kelanjutannya, tugas kita sebagai guru hanyalah memberikan bimbingan tidak langsung. Kita bertugas membina dan memberanikannya buat mencapai kwalitas kehidupan yang terbaik, akan tetapi kita tidak dapat memerintahkan hal tersebut kepadanya. Anak-anak itu akan belajar menimbulkan respons mereka sendiri terhadap apa yang terjadi kepada mereka dan tentang mereka. Kita berusaha buat membantu mereka dalam memberikan respons tersebut sebaik dan selengkap mungkin. Akan tetapi keberhasilan kita dengan murid-murid kita akan diuji oleh pertumbuhan mereka dalam kemampuan dan perkembangan watak mereka yang tumbuh dari dalam diri mereka sendiri yang kelihatan bertambah matang dan tambah bertanggung jawab. Di dalam suatu negara demokrasi, adalah pribadi-pribadi yagn dapat menentukan arah diri mereka sendiri, itulah yang akan kita bina. Orang-orang dengan kepribadian yang demikian itulah yang dapat mendorong maju kehidupan ini, hingga lebih sukses dan berhasil buat mengembangkan dunia kita ini. Dunia yang seperti itulah yang menarik perhatian golongan Eksperimentalis dan diatas dasar pemikiran itu pulalah mereka membentuk Filsafat Pendidikan Eksperimentalis. Eksperimentalisme memandang bahwa belajar mestilah dimaknai dengan memberiakn latihan kecerdasan dalam menghadapi berbagai tantangan dan persoalan kehidupan, sehingga subjek didik terbiasa aktif mengolah berbagai data dan informasi untuk memecahkan problem hidupnya. Dengan demikian, pendeknya yang paling cocok untuk mengembangkan sumberdaya manusia adalah dengan memberikan latihan berfikir ilmiah dalam rangka memecahkan berbagai problem. Tugas guru bukan lah transfer of learning tetapi lebih pada mengajak subjek didik memecahkan problem sosial.
Mengingat ekperimentalisme menjadikan manusia yang subjektif-individualistis sebagai ukuran segala sesuatu, maka dalam pelaksanaan proses kependidikansebagai pusat aktivitas pengembangan sumber daya manusia, maka sama dengan eksistensialisme dan rasionalisme, aliran ini pun juga menjunjung tinggi asas kebebasan dalam setiap langkah  kegiatannya, termasuk dalam kegiatan pendidikan.
Pendidikan sekolah dalam halini mesti diarahkan untuk menyiapkan subjek didik mampu menyesuaikan diri dan bereksperimen dalam masyarakat, sehingga memunculkan ide baru yang terus dikembangkan menuju ide lain yang lebih baik dan sempurna dari sebelumnya dan seterusnya samapi tanpa batas. Menurut imam barnadib, tokoh-tokoh pendidik yang dekat dengan gagasan ini antara lain adalah E.L.Thorndike, G.Stanley Hal dan Florence B.Steratemeyer.
Mengingat ekperimentalisme memandang kehidupan dengan konstruk pengalaman-pengalaman dari masa lalu kesekarang dan sekarang ke yang akan datang, maka bagi aliran ini pendidikan adalah proses rekonstruksi pengalaman-pengalaman subjek didik. Kehidupan tidak lain adalah perbaikan-perbaiakan kualitas, sehingga ketika tidak ada perbaikan dan perubahan sama artinya tidak ada kehidupan. Pendidikan dalam hal ini dapat dimaknai sebagai rekonstruksi sosial, sekolah adalah masyarakat kecil dan pendidikan menyiapkan mereka agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.  Eksperimentalisme adalah suatu filsafat yang mempelajari tentang proses/perolehan pengalaman. Pada intinya merupakan perkawinan antara behaviorisme filosofis dengan pragmatisme. Behaviorisme filosofis menganggap bahwa pengalaman personal merupakan keluaran dari perilaku antara makhluk hidup dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya.

B.     Tokoh-tokoh aliran Filsafat Eksperimentalisme
Ada beberapa tokoh eksperimentalisme  yang berperan penting dalam mengembangkan aliran ini, antara lain :
Tokoh filosofi eksperimental adalah adalah John        Dewey. Pragmatisme memiliki sikap yang menganggap bahwa sebuah gagasan adalah benar jika menuntun ke arah konsekuensi-konsekuensi efektif bilamana diterapkan ke pemecahan masalah nyata ( praktis).
.a.   John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
1.      Dunia Pengalaman
Eksperimentalisme adalah suatu filsafat yang resmi dan sistematis. Usianya kurang dari satu abad, jadi termasuk bilangan salah satu aliran filsafat yang termuda. Tetapi aliran filsafat ini tampak menonjol karena mendasarkan pemikiran filsafatnya terutama sekali pada segi negatif dari pemikiran yang asasi (fundamental), yaitu menentang dan menolak paham-paham filsafat sebelumnya. Dalam abad ke XX ini kita melihat aliran filsafat ini bergerak kearah dasar yang lebih postif. Dan kita harus terlebh dahulu mengerti tentang apa yang ditolak oleh aliran filsafat ini, sebelum masuk kedalam bidang-bidang mereka terima dengan baik dan mereka kokohnya.
Jadi menurut paham golongan Ekspermentalis, barangkali realitas yang sebenarnya itu adalah benda-benda yang kita dapati berada dihadapan kita, seperti pohon kayu, pintu rumah, es krim, matahari naik dasn tenggelam kasih sayang, angin topan dan sebagainya. Jadi semua benda dan barang-barang yang kita temukan dalam pengalaman kita sehari-hari, itulah yang dikatakan nyata dan yang benar. Dan dari dunia yang demikian inilah ahli-ahli filsafat Ekspermentalis terkenal masa kini berkata: “... pembagian natural dan super-natural, yang nyata dan yang ideal, raealitas dan kenampakan, subyek dan objek, akal dan tubuh, pikiran dan aktivitas, semua hal itu nampaknya secara jelas adalah dualisme alamiah. Pengalaman adalah cukup baik untuk mengatur masalah-masalah yang terjadi setiap hari, akan tetapi jika kita ingin mengetahui lukisan tentang benda-benda itu sebagaimana adanya, kita harus mempergunakan sesuatu yang lain, bukan barang-barang dan benda-benda yang kita dapatkan dalam pengalaman luar biasa.
            Sampai disini seorang Ekspermentalis memperlihatkan keberatannya. Dia secara tidak lengkap menyatakan bahwa pengalaman itu adalah semua yang kita punyai atau kita harapkan  dapat kita punyai. Hal itu menjadi pembicaraan tentang alam semesta yang tinggi. Atau dalam kata biasa yang lebih intim, dapat dikatakan: dia adalah sesuatu yang dapat dibicarakan oleh setiap orang. Demikianlah, dia yang mempunyai kata pertama dan kata terakhir. Pengalaman itu “memberikan kita problema” dan menguji pemecahan kita terhadap problema itu. Begitulah, seandainya pengalaman seseorang itu tidak dapat memberikan kepada kita realitas yang cukup jumlahnya, maka orang itu tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh jumlah realitas yang dimaksudkan itu.
2.      Pengalaman
Kalimat utama dari masalah ini tentunya adalah apa yang disebut pengalaman (experience). Hal ini meliputi segala sesuatu yang dikerjakan, dipikirkan dan dirasakan orang. Demikian pula perasaan seperti juga mengetahui, dan berpikir sama dengan melihat dan meraba atau merasakan. Golongan eksperimentalis mempunyai pemikiran yang sangat positif, mereka berpendapat bahwa dunia ini sungguh-sungguh cukup dan memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia.  Apa yang benar-benar secara definitif kita alami adalah dunia ini, dan hanya di dalam dunia ini sajalah realitas itu akan kita dapatkan, demikianlah kata ahli filsafat realisme. Dunia orang-orang realis adalah kesatuan yang objektif, benda yang bergerak aktif, mesin yang diluar sana yang menanti untuk ditemukan oleh pengamat pemikiran yang sangat dekat dengan pendapat golongan eksperimentalisme. Konsep tentang realitas menurut pandangan eksperimentalisme adalah sebagai hasil dari penelitian yang hati-hati yang begitu dekat dengan kenyataan.  Penelitian itu hanyalah merupakan sebuah nama untuk sebuah pengalaman yang sistematis dan teratur.
C.      Tiga Ungkapan Dasar Pemikiran        Eksperimentalis

1.      Eksperimentalisme Aliran Utama      (Mainstream)

Pemikiran eksperimentalisme aliran utama ini mengambil sikap bahwa semua komitmen terhadap penyelidikan yang terbuka dan kritis pastilah menyiratkan adanya komitmen yang selaras, terhadap sebuah masyarakat yang terbuka dan kritis.

2.      Eksperimentalisme     Egalitarian

Mengisyaratkan sebuah masyarakat kritis sejati hanya bias mengakar di mana sudah ada sebuah pembagian kembali sumberdaya-sumberdaya dan kekuasaan-kekuasaan efektif yang menyediakan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi praktis yang diperlukan untuk membuat pilihan personal menjadi pilihan yang sungguh-sungguh bermakna.

3.      Eksperimentalisme     Teknokratis
Yaitu para eksperimentalis yang mewakili sebuah jenis sudut pandang teknokratis, cenderung memandang pemikiran kritis sebagai sesuatu yang secara fundamental bergantung kepada sebuah masyarakat objektif (ilmiah), dimana pengetahuan ilmiah adalah prasyarat bagi keadilan sosial serta dalam jangka waktu yang panjang menjadi prasyarat bagi perwujudan diri individual
Menurut imam barnadib, tokoh-tokoh pendidik yang dekat dengan gagasan ini antara lain adalah E.L.Thorndike, G.Stanley Hal dan Florence B.Steratemeyer.
D. Implikasi Terhadap Pendidikan
1 1.      Tujuan Pendidikan
Filsuf eksperimentalisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.
Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:
-          Kesehatan yang baik
-          Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja
-          Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
-          Persiapan untuk menjadi orang tua
-          Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial
Tambahan tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya demokrasi. Menurut eksperimentalisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan sosial.

2.      Kurikulum
Menurut para filsuf ekperimentalisme , tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang baik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikulum pendidikan eksperimentalisme  “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah.

3.      Metode Pendidikan
Ajaran eksperimentalisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai. Menurut Dewey yang dimaksud dengan  Scientific Method ialah cara yang dipakai oleh seseorang sehingga bisa melampaui segi pemikiran semata-mata pada segi amalan. Dengan demikian, suatu pikiran bisa diajukan sebagai pemecahan suatu kesulitan (to solve problematic situation), dan kalau berhasil maka pikiran itu benar

4.      Peranan Guru dan Siswa
Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.
Untuk membantu siswa guru harus berperan:
a.       Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film, catatan-catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk memunculkan minat siswa.
b.       Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.
c.       Membimbing merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan suatu masalah.
d.        Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah.
e.          Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.

Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan eksperimentalisme  bahwa “Siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa”.
Guru disekolah harus merupakan suatu petunjuk jalan seta pengamat tingkah laku anak, untuk mengetahui apakah yang menjadi minat perhatian anak. Dengan mengamati perilaku anak tersebut, guru dapat menentukan masalah apa yang akan dijadikan pusat perhatian anak. Yang harus dikerjakan guru dalam hal disiplin adalah :
“First all compulsion should be award… secondly, the teacher ought to do whatever is necessary to make a student feel a problem in not knowing the subjek matter at hand. Thirdly, in order to arous interest, the teacher ought familiarize himself throughly with capacities and interest, of each student. Fourthly, the teacher ought to creat a situation in the classroom in which every person present, including himself, cooperates with the others in the process of learning” (Kingley Price, 1962 : 467)

Dalam proses belajar mengajar, ada beberapa saran bagi guru yang harus diperhatikan, terutama dalam meghadapi siswa di kelas, yaitu :
1)    Guru tidak boleh memaksakan suatu idea tau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa.
2)    Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan siswa akan merasakan adanya suatu amasalah yang ia hadapi, sehingga timbullah minat untuk memecahkan masalah tersebut.
3)    Untuk membangkitkan minat anak, hendaklah guru mengenal kemampuan serta minat masing-masing siswa.
4)    Guru harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama dalam belajar, anatara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, begitu pula anatara guru dengan guru.

Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilisator, member dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama-sama, menyelidiki dan mengamati sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan sendiri, membangundan menghiasi sendiri sesuai dengan minat yang ada pada dirinya. Dengan jalan ini si anak akan belajar sambil bekerja. Anak harus dibangkitkan kecerdasannya, agar pada diri anak timbul hasrat untuk menyelidiki secara teratur, dan akhirnya dpat berpikir ilmiah dan logis, yaitu cara berpikir yang didasarkan pada fakta dan pengalaman.
Power ()1982) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan pragmatism terhadap pelaksanaan pendidikan sebagai berikut :
1)    Tujuan pendidikan
Member pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup social dan pribadi.
2)    Kedudukan siswa
Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh.
3)    Kurikulum
Berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dpat menentukan kurikulum. Menghilangkan perbedaan antara pendidikan liberal dengan pendidikan praktis atau pendidikan jabatan.
4)    Metode
Metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja)
5)    Peran guru
Mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya.












BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Eksperimentalisme, adalah merupakan suatu filsafat yang resmi dan sistematis. Usianya kurang dari satu abad, jadi termasuk bilangan salah satu aliran filsafat yang termuda. Tetapi aliran filsafat ini nampak menonjol karena mendasarkan pemikiran filsafatnya terutama seklai kepada segi negatif dari pemikiran yang asasi (fundamental), yaitu menentang dan menolak paham-paham filsafat sebelumnya. Untuk kesemuanya ini dan guna memenuhi semua harapan Bangsa dan Negara kita, maka melakukan cara-cara belajar mengajar yang bijaksana akan memainkan peranan yang sangat positif dan efektif buat mencapai tujuan dan memenuhi segala harapan tersebut.
Falsafah Eksperimentalis ini dapat dikatakan merupakan suatu metode dari pengetahuan modern yang sifatnya begitu umum hingga dapat melingkupi segala aspek kehidupan manusia. Dia memulai langkah filsafatnya dengan “pengalaman” yang senantiasa kita temuka didalam berbagai fase dan aspek kehidupan. Demikianlah pula, apabila kita mempelajari“Pengalaman” itu, kita akan menemukan suatu faktor tertentu yang aktif bekerja, yaitu apa yang kita sebutkan “Belajar”. Dan kita akan melihat lebih lanjut bahwa usaha belajar itu dapat diarahkan sedemikian rupa untuk membantu mewujudkan kehidupan yang lebih baik secara effektif










DAFTAR PUSTAKA

Dewey, John, Experience and Education, terj. Ireine V. Pontoh, (Indonesia Publishing, 2009)

            Dewey, John, Experience and Education, dalam “Great Book of Western World” (USA: Encyclopedia Britanica Inc, 1996)

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2007.

Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

            Mulyana, Deddy , DR., M.A. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya : Bandung

Juhaya S. Praja, Prof., Dr. 2003. Aliran-aliran Filsafat dan Etika.  Prenada Media: Jakarta.

Mudzakir, Drs., dkk..1997. Filsafat Umum. CV. Pustaka Setia: Bandung.

Munir, Misnal, Drs., M.Hum., dkk. 2006 Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Power, Edward J. 1982.  Philosophy of Education. New Jersey : Printice Hall Inc. Englewood Cliffs.

Shohib Muhammad, Al-qur’an dan Terjemahan,Cetakan Pertama, (Jakarta: Sygma Examedia Arkanleema,  2010)
Richard J. Bernstein, Dewey John, dalam “The Encyclopedia of Philosophy.

Syam, Nina W. 1987. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama

Keempat, pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan membaharui sistem pemerintahan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar