ADS

Kamis, 03 Desember 2015

Makalah Hakikat Filsafat


BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar disebut Filsafat. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya.
Secara umum, mempelajari filsafat bertujuan untuk mengendalikan manusia yang susila, bermoral, bermartabat, dan mempunyai etika bahkan estetika yang baik. Secara khusus, filsafat mengajarkan bagaimana “cara berpikir”. Berpikir secara sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran.filsafat menekankan aspek akal (rasio) dalam menemukan kebenaran suatu kebenaran.
Secara kodrati, manusia dianugerahi akal, daya pikir, yang tidak diperoleh makhluk lain. Akal ini seyogyanya dapat dipergunakan semaksimal mungkin untuk kemampuan berpikir tersebut. Menurut Purwanto (1990:43), berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan cirri khas yang membedakan manusia dengan hewan.
Berdasarkan uraian singkat dari latar belakang di atas, maka penulis membahas ke dalam sebuah makalah yang berjudul “Hakikat Filsafat”.

  1. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah  adalah,
1.      Pengertian Filsafat
2.      Cabang Cabang Filsafat
3.      Bidang Kajian Filsafat
4.      Latar Belakang Timbulnya Filsafat
5.      Tujuan Filsafat
6.      Manfaat Filsafat
7.      Pemikiran Para Filsuf

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat  
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata ‘’philos’’ dan ‘’sophia.philos artinya cinta yang sangat mendalam ,dan sophia  artinya kearifan atau kebijakan. Jadi,arti filsafat secara harfidah adalah cinta yang sangat mendalam terhadap kearifan atau kebijakan.Istilah filsafat sering dipergunakan secara popular dalam kehidupan sehari-hari,baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam penggunaan secara popular ,filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (masyarakat).Secara popular misalnya kita sering mendengar :’’Saya tidak suka terhadap filsafat Anda tentang bisnis’’.’’Pancasila merupakan satu-satunya falsafah hidup bangsa Indonesia’’. Henderson(1959 : 16) mengemukakan : ‘’Popularly philosophy means one’s general view of life of men ,of ideals,and of values,in the sense everyone has a philosophy of life’’.
Menurut Pujawinata, bahwa filsafat adalah ilmu yag berusaha mencaris sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Jadi kawasan filsafat adalah dataran pemikiran manusia belaka.[1]
Filsafat dapat dipelajari secara akademis, diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat mendalam sampai ke akar-akarnya (radix) mengenai segala sesuatu yang ada (wujud). ”philosophy means the attempt to conceive and present inclusive and systematic view of universe and man`s in it”. (Henderson, 1959:16).Demikian Henderson mengatakan filsafat mencoba mengajukan suatu konsep tentang alam semesta secara sistematis dan inklusif dimana manusia berada didalam nya. Oleh karena itu, filosof  lebih sering menggunakan intelegensi yang tinggi dibandingkan dengan ahli sains dalam memecahkan masalah-masalah hidupnya.
Filsafat dapat diartikan juga sebagai “berpikir reflektif dan kritis” (reflektif and critical thinking). Namun, Randall dan Buchler (1942) memberikan kritik terhadap pengertian tersebut, dengan mengemukakan bahwa defenisi tersebut tidak memuaskan karena beberapa alasan, yaitu : 1) tidak menunjukkan karakteristik yang berbeda antara berpikir filosofi dengan fungsi-fungsi kebudayaan dan sejarah, 2) para ilmuan juga berpikir reflektif dan kritis, padahal anatara sains dan filsafat berbeda, 3) ahli hukum,ahli ekonomi,juga ibu rumah tangga sewaktu-waktu berpikir reflektif dan kritis, padahal mereka bukan filosof atau ilmuan.
Harold Titus (1959) mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai sains yang berkaitan dengan metodologi atau analisis bahasa secara logis dan analisis makna-makna.Filsafat diartikan sebagai “science of science”, dimana tugas utamanya memberi analisis secara kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep-konsep sains, mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas,filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup dan makna hidup.[2]
              Pada bagian lain Harold Titus mengemukakan makna filsafat, yaitu:
(1)   Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta;
(2)   Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif dan penelitian penalaran;
(3)   Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah;
(4)   Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir.
            Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia memiliki peran yang penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya.dalam kegiatan ini manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan.kearifan merupakan buah yang dihasilkan filsafat dari usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan,dan menentukan implikasinya baik yang tersurat maupun tersirat dalam kehidupan.
            Berfilsafat berarti berpikir,tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan berfilsafat. berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut mengandung tiga ciri, yaitu radikal,sistematis,dan universal seperti dijelaskan oleh Sidi Gazalba (1973:43):
Berpikir radikal, berpikir sampai ke akar-akarnya,tidak tanggung-tanggung,sampai anda konsekuensi yang terakhir. Berpikir itu tidak separuh-separuh,tidak berhenti dijalan,tetapi sampai terus ke ujungnya. Berpikir sistematis ialah berpikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling hubungan yang teratur.Berpikir universal tidak berpikir khusus,yang hanya terbatas kepada bagian-bagian tertentu,melainkan mencakup keseluruhan.[3]
              Berfilsafat adalah berpikir dengan sadar,yang mengandung pengertian secara teliti dan teratur,sesuai dengan aturan dan hukum-hukum berpikir yang berlaku.          
B. Cabang-cabang Filsafat
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan (The Mother Of Science), sehingga ilmu-ilmu yang lain merupakan anak dari filsafat itu sendiri. Filsafat merupakan bidang studi yang memiliki cakupan yang sangat luas, sehingga diperlukan pembagian yang lebih kecil lagi.
Meskipun demikian, dalam hal pembagian lapangan-lapangan atau cabang-cabang filsafat ini masing-masing tokoh memiliki metode yang berbeda dalam melakukan penghimpunan terhadap lapangan-lapangan pembicaraan kefilsafatan. Plato (dalam Susanto, 2014:19), misalnya membagi lapangan filsafat ke dalam tiga macam bidang, yaitu dialektika, fisika, dan etika.
Dialektika adalah cabang filsafat yang membicarakan persoalan ide-ide atau pengertian umum. Adapaun fisika merupakan cabang filsafat yang di dalamnya atau membicarakan persoalan materi. Sedangkan etika adalah cabang filsafat yang di dalamnya mengandung atau membicarakan persoalan baik dan buruk.
Sedangkan menurut Aristoteles (dalam Susanto, 2014:19), pembagian filsafat itu digolongkan ke dalam empat cabang, yaitu logika, filsafat teoritis, filsafat praktis dan filsafat poetika. Logika adalah ilmu pendahuluan bagi filsafat, ilmu yang mendasari dalam memahami filsafat. Filsafat teoritis atau filsafat nazariah di dalamnya tercakup ilmu-ilmu lain yang sangat penting seperti ilmu fisika, ilmu matematika, dan ilmu metafisika. Bagi Aristoteles ilmu metafisika inilah yang menjadi inti atau bagian yang paling utama dari filsafat.
Sedangkan filsafat praktis atau filsafat alamiah, di dalamnya tercakup tiga macam ilmu yang tidak kalah pentingnya yaitu: (a) Ilmu etika, yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perorangan; (b) Ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga (rumah tangga), dan (c) Ilmu politik yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam negara. Lebih lanjut filsafat poetika merupakan filsafat kesenian, yakni filsafat yang membicarakan tentang keindahan, pengertian seni, penggolongan seni, nilai seni, aliran dalam seni, dan teori penciptaan dalam seni.
Berbeda dengan Plato dan Aristoteles, Kattsoff (dalam Susanto, 2014:20), menggolongkan cabang-cabang filsafat ini secara lebih terperinci, sehingga pembagian cabang filsafat ini dapat dikategorikan ke dalam urutan-urutan yang umum menjadi semakin menurun kepada yang lebih khusus. Penggolongan lapangan-lapangan filsafat menurut Kattsoff ini menjadi cabang-cabang filsafat sebagai berikut:
  1. Logika, adalah ilmu yang membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu. Logika terbagi ke dalam dua cabang utama, yakni logika deduktif dan logik induktif. Logika deduktif berusaha menemukan aturan-aturan yang dapat dipergunakan untuk dapat menarik kesimpulan-kesimpulan yang berifat keharusan dari satu premis tertentu atau lebih.
  2. Metodologi, ialah sebagaimana yang ditunjukkan oleh pernyataan, yakni ilmu pengetahuan atau mata pelajaran tentang metode, dan khususnya metode ilmiah. Tetapi metodologi dapat membahas metode-metode yang lain, misalnya metode-metode yang dipakai dalam sejarah. Metodologi membicarakan hal-hal seperti observasi, hipotesis, hukum, teori, susunan eksperimen, dan sebagainya.
  3. Metafisika, yaitu hal-hal yang terdapat sesudah fisika, hal-hal yang terdapat di balik yang tampak. Metafisika oleh Aristioteles disebut sebagai ilmu pengetahuan yang mengenai yang ada sebagai yang ada, yang dilawankan dengan yang ada sebagai yang digerakkan atau yang ada sebagai yang dijumlahkan. Kita dapat mendefinisikan Metafisika sebagai bagian pengetahuan manusia yang berkaitan dengan pertanyaan mengenai hakikat yang ada yang terdalam.
  4. Ontology dan Kosmologi. Ontology membicarakan asas-asas yang rasional dari yang ada, sedangkan kosmologi membicarakan asasasas rasional dari yang ada dan teratur. Ontology berusaha megetahui esensi yang terdalam dari yang ada, sedangkan kosmologi berusaha untuk mengetahui ketertiban serta susunannya.
  5. Epistimologi, ialah cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sah nya pengetahuan. Terdapat dua pertanyaan berkaitan dengan epistimologi.
  6. Biologi kefilsafatan, membicarakan persoalan-persoalan mengenai biologi. Biologi kefilsafatan mencoba untuk menganalisis pengertian pengertian hakiki dalam biologi.
Biologi kefilsafatan membantu untuk bersifat kritis, bukan hanya terhadap istilah-istilah biologi, melainkan juga terhadap metode metode serta teori-teorinya.
  1. Psikologi kefilsafatan, memberikan pertanyaan-pertanyaan psikologi yang meliputi apakah yang dimaksud dengan jiwa, nyawa, ego, akal, perasaan, dan kehendak. Pertanyaan dapat dijelaskan oleh psikologi sebagai ilmu, namun psikologi kefilsafatan membantu tingkat kehakikian dari penjelasan tersebut.
  2. Antropologi kefilsafatan, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang manusia. Apakah hakikat terdalam dari manusia itu?. Dsb.
  3. Sosiologi kefilsafatan, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat masyarakat serta hakikat Negara. Kita ingin mengetahui lembaga-lembaga yang terdapat di dalam masyarakat, dan kita ingin menyelidiki hubungan antara manusia dengan negaranya.
  4. Etika, adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang baik dan buruk. Cabang filsafat yang menyajikan dan memperbincangkan tentang istilah-istilah seperti baik, buruk, kebajikan, kejahatan, dan sebagainya.
  5. Estetika, adalah cabang filsafat yang membicarakan definisi, susunan, dan peranan keindahan, khususnya di dalam seni. Estetika menggali jawaban dari pertanyaan-pertanyaan.
  6. Filsafat agama, adalah cabang filsafat yang membicarakan jenis-jenis pertanyaan berbeda mengenai agama. Filsafat agama tidak berkepentingan mengenai apa yang orang percayai, tetapi mau tidak mau harus menaruh perhatian kepada makna istilah-istilah yang dipergunakan, ketentuan diantara kepercayaan-kepercayaan, bahanbahan bukti kepercayaan, dan hubungan antara kepercayaan agama dengan kepercayaan-kepercayaan yang lain.[4]
C.  Bidang Kajian Filsafat
Filsafat merupakan telaahan yang ingin menjawab berbagai persoalan secara mendalam tentang hakikat sesuatu, atau dengan kata lain filsafat adalah usaha untuk mengetahui sesuatu. Kegiatan penelaahan, penalaran, atau argumentasi secara mendasar tentang masalah-masalah tertentu disebut ber-filsafat, dan pendalamannya ditekankan pada bidang yang lebih diminati dari pada masalah-masalah lain. Secara umum bidang kajian filsafat cukup luas dan meliputi berbagai jenis bidang kajian.
Menurut Titus (dalam Poedjiadi, 1987:4), cabang-cabang tradisional yang dibahas dalam filsafat meliputi logika, metafisika, epistimologi, dan etika. Sedangkan menurut Arifin (2003:16), ruang lingkup kajian filsafat meliputi bidang-bidang sebagai berikut:
  1. Kosmologi, yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan, serta proses kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
  2. ontology, yaitu suatu pemikiran tentang asal usul kejadian alam semesta, dari mana dan ke arah mana proses kejadiannya.
  3. Philosophy of mind, yaitu pemikiran filosofis tentang jiwa dan bagaimana hubungannya dengan jasmani serta bagaimana tentang berkehendak manusia, dan sebagainya.
  4. Epistimologi, yaitu pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh; apakah dari akal pikiran (aliranrasionalisme), dari pengalaman panca indera (aliran empirisme), dari ide-ide (aliran idealism), atau dari Tuhan (aliran teologisme), termasuk juga pemikiran tentang validitas pengetahuan manusia, artinya sampai dimana kebenaran pengetahuan kita.
  5. Aksiologi, yaitu suatu pemikiran tentang masalah-masalah nilai,termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan. Misalnya nilai moral, nilai agama, dan nilai keindahan (estetika). Aksiologi ini mengandung pengertian lebih luas daripada etika atau haigher values of life (nilai-nilai kehidupan yang bertaraf tinggi).

Menurut Suriasumantri (2003:33), secara garis besar filsafat memiliki tiga bidang kajian utama yaitu ontology, epistimologi, dan aksiologi. Pertama ontology, ontology berasal dari bahasa Yunani “ontos” yang berarti “yang ada” dan “logos” yang berarti “penyelidikan tentang”.
Sidi Gazalba (1973) mengemukakan bidang filsafat yang terdiri atas:
1.      Metafisika, dengan pokok-pokok masalah: filsafat hakikat atau ontologi, filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau teodyce.
2.      Teori pengetahuan, yang mempersoalkan: hakikat pengetahuan, dari mana asal dan sumber pengetahuan, bagaimana membentuk pengetahuna yang tepat dan benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang benar, mungkinkah manusia mencapai pengetahuan yang benar dan apakah dapat diketahui manusia serta sampai di mana pengetahuan manusia.
3.      Filsafat nilai, yang membicarakan: hakikat nilai, dimana letak nilai, apakah pada bendanya atau atau pada perbuatannya atau manusia yang menilainya, mengapa terjadi perbedaan nilai antara seseorang dengan orang lain, siapakah yang menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu membawa perbedaan penilaian.[5]
Jadi, ontology membicarakan asas-asas rasional dari “yang ada”, berusaha untuk mengetahui (“penyelidikan tentang”) esensi yang terdalam dari “yang ada”. Ontology sering kali disebut sebagai teori hakikat yang membicarakan pengetahuan itu sendiri. Sementara Langeveld (dalam Susanto, 2014:27), menamai ontology ini dengan teori tentang keadaan. Hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, kebenaran sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu dan bukan keadaan yang berubah.
Dengan ontology, diharapkan terjawab pertanyaan tentang “apa”. Misalnya; Objek apa yang ditelaah ilmu? Apa wujud yang hakiki dari objek tersebut? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan ilmu? Apa yang disebut kebenaran itu? Apa kriterianya? Tehnik apa yang membantu kita mendapatkan ilmu?.
Bidang kajian filsafat ontology ini terbagi menjadi beberapa aliran, yaitu materialism, idealism, dualism, skeptisisme, dan agnotisme. Kedua, epistimologi. Epistimologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode, dan status sahnya pengetahuan. Epistimologi membicarakan sumber-sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan tersebut. Epistimologi juga disebut sebagai teori pengetahuan, itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan filsafat pengetahuan, karena ia membicarakan hal hal yang berkenaan dengan pengetahuan. Istilah epistimologi ini pertama kali muncul dan digunakan oleh J.Ferrier pada tahun 1854 M.

Pengetahuan manusia itu ada tiga macam, yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Pengetahuan ini dapat diperoleh manusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Melalui epistimologi diharapkan pertanyaan tentang “bagaimana”. Misalnya; Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan? Bagaimana proses yang memungkinkan digalinya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya?
Bagaimana cara kita mengetahui bila kita mempunyai pengetahuan? Bagaimana cara kita membedakan antara pengetahuan dengan pendapat?. Epistimologi ini terbagi atas aliran, yaitu empirisme, rasionalisme, dan intuisionisme.
Ketiga, aksiologi. Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Nama lain dari bidang kajian aksiologi ini adalah disebut dengan teori nilai. Teori nilai ini membahas mengenai kegunaan atau manfaat pengetahuan.
Untuk menggunakan kegunaan filsafat, kita dapat melihatnya dari tiga hal:
a. Filsafat sebagai kumpulan teori
b. Filsafat sebagai pandangan hidup, dan
c. Filsafat sebagai metode pemecahan masalah.
D.     Latar Belakang Timbulnya Filsafat
1. Heran, kagum, dan takjub terhadap alam semesta dan peristiwa peristiwanya. 
         Pertama-tama bangsa Yunani dalam menghadapi alam semesta beserta peristiwanya itu, yang muncul dari rasa heran, kagum dan takjub adalah percaya adanya mitologi.  Karena mitologi mitologi itu merupakan percobaan untuk mengerti.  Mite mite sudah memberi jawaban atas kekaguman dan keheranan manusia pada waktu itu. Kemudian mereka mulai mengadakan beberapa usaha, seperti mensistematiskan mite, menghubung hubungkan antara mite mite, dll. Akirnya mereka mulai berpikir secara serius dan muncullah filsafat.
b. Timbulnya kesusastraan Yunani.
Kesusastraan dimaksud bukanlah dalam arti sempit, seperti puisi atau sebangsanya, melainkan dalam arti yang seluas luasnya, sehingga dapat meliputi seperti, teka teki, dongeng, ceritera pendek, syair, dll.  Kemudian karya sastra seperti inilah yang mulai dipakai sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani.  Contoh, yaitu syair syair dapat berperan sebagai  pendidikan, hal ini bisa dibandingkan di Jawa atau Bali seperti wayang dan semacamnya.
c. Pengaruh ilmu pengetahuan yang sudah terdapat di Timur Kuno.
Hal ini dipahami dari datangnya ilmu ukur dan ilmu hitung yang sebagian besar datang dari Mesir. Ilmu ini di Mesir digunakan untuk mengukur dan menghitung wilayahnya yang terkikis sungai Nil. Tetapi bagi bangsa Yunani, ilmu pengetahuan itu tidak dijalankan dalam konteks praktis saja. Mereka mulai mempelajarinya dengan tidak mencari untung (Inggris: disinterestedly) saja, melainkan dipraktekan demi ilmu pengetahuan itu sendiri, bukan demi untung yang letaknya di luar ilmu pengetahuan.
E.      Tujuan Filsafat
  1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis dan cermat terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistik, menganggap bahwa hanya pendapatnya yang paling benar.
  2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan ilmuwan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah  tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
  3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
  4. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita bisa memahami, sumber, hakekat, dan tujuan ilmu.
  5. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secra historis.
  6. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah.
  7. Mendorong pada calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
  8. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
  9. Memahami dampak kegiatan ilmiah (penelitian) yang berupa teknologi ilmu (misalnya alat yang digunakan oleh bidang medis, teknik, komputer) dengan masyarakat yaitu berupa tanggung jawab dan implikasi etis.

 F.   Manfaat Filsafat
Adapun manfaat dari mempelajari filsafat ilmu, yaitu :
  1. Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara gading”yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya  tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuwan nyaris tidak dapat dilepaskan dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan. Jadi filsafat ilmu diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan IPTEK yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan.
  2. Mengembangkan ilmu, teknologi dan perindustrian dalam batasan nilai ontologis. Melalui paradigma ontologism diharapkan dapat mendorong pertumbuhan wawasan spiritual keilmuan yang mampu mengatasi bahaya sekularisme segala ilmu.
  3. Mengembangkan ilmu, teknologi dan pertindustrian dalam batasan nilai epistemologis. Melalaui paradigma epistemologis diharapkan akan mendorong pertumbuhan wawasan intelektual keilmuan yang mampu membentuk sikap ilmiah.
  4. Mengembangkan ilmu, teknologi dan perindustrian dalam batasan akiologi. Melalui paradigma aksiologis diharapkan dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai etis, serta mendorong perilaku adil dan membentuk moral tanggung jawab.
  5. Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar tidak berpikir dan bersikap sempit dan tertutup.
  6. Menjadikan diri bersifat dinamis dan terbuka dalam menghadapi berbagai problem.
  7. Menyadari akan kedudukan manusia baik sebagai pribadimaupun dalam hubungannya dengan orang lain, alam sekitar,dan Tuhan YME.
  8. Filsafat ilmu bermanfaat untuk menjelaskan keberadaan manusia di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan alat untuk membuat hidup menjadi lebih baik
  9. Filsafat ilmu bermanfaat untuk membangun diri kita sendiri dengan berpikir secara radikal (berpikir sampai ke akar-akarnya), kita mengalami dan menyadari keberadaan kita.
  10. Filsafat ilmu memberikan kebiasaan dan kebijaksanaan untuk memandang dan memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari.

G.       Tokoh Tokoh Filsafat Dan Pemikirannya
Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan, bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai suatu kebenaran yang bersumber pda mitos atau dongeng-dongeng. Artinya, suatu kebenaran lewat akal pikir (logos) tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber pada mitos (dongeng-dongeng).
         Setelah pada abad ke -6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya mitos. Mereka menginginkan pertanyaan tentang misteri alam semesta ini jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi. Upaya para ahli pikir untuk mengarahkan kepada suatu kebebasan berpikir ini kemudian banyak orang yang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni.
Perkembangan pemikiran filsafat awal di yunani menjadi dua bagian, yaitu filsafat alam dan filsafat klasik.
a. Filsafat Alam
Pada periode pertama munculnya filsafat (disekitar abad ke-7 S.M.) di yunani muncul para pemikir yang dijuluki filsuf alam. Kenapa mereka dijuluki seperti itu? ini karena kajian pokok mereka adalah untuk mengerti dan memahami asal usul alam, atau lebih konkretnya, darimana dunia ini berasal. Beberapa orang dalam sejarah tercata sebagai seorang filsuf alam, orang-orang ini sendiri pantas disebut sebagai orang radikal, karena mereka adalah orang-orang pertama yang berani melepaskan diri dari kungkungan mitologi tentang asal-usul dunia yang diajarkan nenek moyang mereka dan mencari dasar sendiri untuk mamahami alam ini. Beberapa orang yang menjadi filsuf alam antara lain:
1.      Thales (625-545 SM/624-546 SM)
Thales adalah orang pertama yang diketahui melakukan proses berfikir dengan cara berfilsafat (atau setidaknya sejarah mencatat seperti itu). ini berarti Kakek Thales ini (Karena dia sudah tua sekali jika dilihat dari tahun lahir) adalah oran pertama yang menolak untuk tunduk pada mitologi nenek moyang, sekaligus orang pertama yang berani menanyakan dari mana asal muasal dunia ini hingga ada?
Thales menawarkan pola pikir yang mengatakan bahwa Air adalah asal usul dari dunia ini. Pernyataanya ini berlanjut dengan mengatakan bahwa bumi (dunia) ini sendiri terapung di atas air. Ini dapat diperolehnya dengan menerapkan pertanyaan tentang dari mana alam ini berasal? dan Apa yang menjadi penyebab penghabisan dari segala yang ada? Thales mengatakan bahwa unsur terpenting untuk setiap kehidupan adalah air. Tentu saja, karena semua mahluk hidup butuh air, bahkan tanah akan mengalami kekeringan jika tidak ada air, dan kebanyakan mahluk hidup akan mati dalam situasi seperti itu. Premis ini akan menjadikan air sebagai asal dari segala sesuatu karena tanpa air segala sesuatu dapat dikatakan “akan mati”, dan itu (ketiadaan air) pastinya akan menjadi penyebab penghabisan dari segala yang ada. Air dapat berubah menjadi gas seprti uap dan benda padat seperti es, sederhanyanya, air dapat menjadi apa saja.
2.      Anaximander (610-547 S.M.)
Anaximander juga merupakan salah satu dari filsuf alam. Anaximander memiliki pandangan yang berbeda dengan Thales yang mengatakan Air adalah asal dari kehidupan. Pendapat Anaximander mengatakan bahwa hanya ada satu asal dari semua yang ada, dan itu haruslah bersifat tidak terbatas. Ini menjadi sebuah antitesis dari Anaximander untuk Thales. Karena pertanyaannya adalah, Bagaimana air dapat berubah menjadi api? Maka diambillah kesimpulan bahwa air memiliki batasan. Sedang asal muasal itu haruslah memiliki ruang lingkup tidak terbatas, dan dapat bergerak. Selain itu, materi asal ini haruslah tidak dapat dilihat atau dirasakan dengan indra, tetapi hanya dapat dirasakan dan dicari dengan pikiran.
  Oleh Anaximander materi asal itu diberi nama Apeiron. Apeiron sendiri adalah zat yang memiliki sifat-sifat seperti di sebutkan sebelumnya, yaitu tidak terhingga, tidak terbatas, tidak dapat dicari wujudnya, dan tidak mungkin sama dengan apapun. Segala yang terlihat sebagai sesuatu yang nyata (dapat dirasakan oleh indra manusia) dianggap memiliki akhir, sehingga masih dapat diukur dan memiliki batasannya. Karena itu, materi asal ini mustahil akan muncul dari salah satu dari segalamacam hal yang memiliki akhir dan keterbatasan itu.
3.      Pythagoras (572 – 500 S.M.)
Sekarang kita berpindah dari daerah Miletus ke Kepulauan Samos, masih di Yunani. Disini terdapat seorang filsuf yang juga cukup terkenal yaitu Pythagoras. Pythagoras adalah seroang pemikir yang menaljutkan pemikiran Milesia, namun agak berdeda, disini Pythagoras tidak mencari hakikat asal muasal alam dari material tertentu. Tapi dia malah mengatakan hal yang cukup menarik, yaitu segala sesuatu yang ada hakitkanya adalah angka.
Dia beranggapan bahwa batasan suatu benda dari benda lain adalah angka, karena itu segala sesuatu haruslan ditentukan dengan bilangan, atau sederhananya, realita haruslah dapat diukur dengan angka dan dalam perhitungan rumus matematis. Pengaruh dari pemikiran filsafat Pythagoras ini begitu besar hingga mampu bertahan selama 400 tahun. Bahkan salah satu yang terkena pengaruhnya adalah Plato, yang nantinya menjadi salah satu filsuf aliran klasik yang memiliki nama besar.

b. Filsafat Klasik

Setelah membahas tentang alam atau aspek keduniaan, pada periode filsafat klasik ini kajian filsafat sudah mulai melebar. Filsafat tidak hanya terfokus pada darimana dunia berasal atau jiwa atau proses perubahan terjadi. Di sini, filsafat mulai menyentuh ranah sosial. Ada beberapa orang yang tercatat dalam periode klasik ini, antara lain:
1.      Sokrates (470 – 400 S.M.)
Sebelumnya membahas secara khusus tentang Socrates ini. Socrates adalah generasi pertama dari 3 pemikir besar filsafat Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Sumbangan pemikiran filsafatnya adalah untuk menyelidiki manusia secara menyeluruh, yaitu dengan tidak memisahkan antara nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah. Karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dapat dihasilkan. Metode yang diterapkan oleh Socrates adalah metode dialektik, yaitu sebuah pandangan bahwa pengetahuan sejati hanya dapat diperoleh melalui dialog; seperti seorang bidan yang membantu kelahiran bayi.
 Hal ini juga yang membuatnya dibenci oleh kaum sofis pada masa itu karena dianggap melecehkan mereka, karena pada kenyataannya, kebenaran yang dicari Socrates sangat sulit ditemukan karena tidak ada yang mampu sampai pada pemikiran Yang mana yang benar.
Pada akhirnya, pada tahun 399 S.M. saat umurnya sekitar 70 tahun, Socrates dihukum mati dengan meminum racun atas pengadilan yang dijatuhkan pada dirinya karena dianggap menyebarkan ajaran yang merusak moral dan menentang kepercayaan Negara kepada para pemuda.
2.      Plato (428 - 348 S.M.)
Plato sendiri lahir dengan nama asli Aristocles. Dia adalah murid dari Socrates, dan beberapa filsuf lain yang juga mempengaruhinya adalah Pythagoras, Heraclitos, dan Elia. Plato memulai pemikiran filsafatnya dengan membahas mana yang benar, yang berubah-ubah (Heraclitos) atau yang tetap (Permanides). Untuk itu, Plato membagi dunia menjadi dua, yaitu dunia pengalaman (dunia nyata) yang bersifat tidak tetap, dan dunia ide (dunia linear) yang bersifat tetap.
Lebih jauh lagi, pendapat Plato mengatakan bahwa yang benar adalah dunia ide, sedang dunia pengalaman hanyalan tiruan dari dunia ide tersebut. Dalam ajarannya Plato menyatakan bahwa kenyataan hanyalan proyeksi atau tiruan dari apa yang ada di dunia ide, karena itu, yang nyata hanyalah ide itu sendiri. Salah satu hal menarik dari konsep dunia ide yang dikemukakan oleh Plato ini adalah pernyataan bahwa segala sesuatu adalah sempurna jika dia masih berada di dunia ide. Lalu, bagaimana dengan cinta? Ada sebuah istilah tentang cinta yang juga terkait dengan dirinya, yaitu Cinta Platonis. Mungkin akan menarik jika kalian membacanya.
Sebagai puncak pemikiran filsafatnya, Plato mengemukakan pemikiran tentang Negara. Menurut Plato, di dalam sebuah Negara yang ideal terdapat tiga gologan yaitu: (1) Gologan tertinggi, yang terdiri dari penjaga dan para filsuf; (2) Golongan pembantu, yang terdiri dari prajurit dan (3) Golongan rakyat biasa. Lebih lanjut Plato mengatakan bahwa seorang negarawan bertugas untuk menciptakan keselarasan semua keahlian dalam Negara (polis) sehingga tercipta sebuah keharmonisan. Apabila suatu Negara sudah memiliki peraturan dasar untuk dirinya maka pemerintahan terbaik adalah monarki (pemerintahan oleh satu orang, untuk kepentingan banyak orang), sedang jika suatu Negara belum memiliki peraturan dasar untuk dirinya, maka bentuk pemerintahan yang terbaik adalah Demokrasi (pemerintahan oleh banyak oran, untuk kepentingan banyak orang).
3.      Aristoteles (384 - 322 S.M.)
Aristoteles sendiri adalah murid dari Plato, yang merupakan murid dari Socrates. Namun dalam pendapat, Aristoteles sering berbeda pandangan dengan gurunya, Plato. Jika Plato mengatakan ide terdapat pada sebuah dunia linear yang abadi dan sempurna, maka Aristotels mengatakan hal lain. Menurut Memperkenalkan konsep pemikiran deduktif, di mana sebuah pengetahuan diperoleh melalui penarikan kesimpulan atas premis-premis yang ada. (premis 1= semua manusia akan mati, premis 2= Rudi adalah manusia, maka kesimpulannya Budi akanmati).  Karya Aristoteles meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi, ilmu alam, retorika, poetika, politik dan ekonomi.

BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan
Dari makalah di atas kelompok IV dapat menyimpulkan bahwa:
1.      Berfilsafat adalah berpikir dengan sadar,yang mengandung pengertian secara teliti dan teratur,sesuai dengan aturan dan hukum-hukum berpikir yang berlaku.
2.      pembagian cabang-cabang filsafat ini masing-masing tokoh memiliki metode yang berbeda dalam melakukan penghimpunan terhadap lapangan-lapangan pembicaraan kefilsafatan
3.      Secara umum bidang kajian filsafat cukup luas dan meliputi berbagai jenis bidang kajian.
4.       

5.      DAFTAR PUSTAKA
Gazalba, Sidi, 1978. Asas Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Mustansyir, Rizal. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
Putra, Uhar  Suharsa. 2004. Filsafat  Ilmu­­­­______:___________
Poedjiadi, A. 1987. Sejarah dan Filsafat Sains. Jakarta: Debdikbud.
Susanto, A. 2014. Filsafat Ilmu : Suatu Kajian dalam Ontologis, Epistimologis, dan          Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 1999. Ilmu dan Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan tentang  Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Titus, Harold. 1959. Living Issues in Philosophy. New York: American Book Company.
Usiono, 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Jakarta: Hijri Pustaka Utama
Alhelya, Manfaat Belajar Filsafat. http://alhelya746.blogspot.com/2015/08/manfaat-belajar-filsafat.html. (20/08/2015)
Panca Budi, Manfaat dan Makna Filsafat Ilmu. http://ff.pancabudi.ac.id/news/manfaat-dan-makna-filsafat-ilmu-.html. (20/08/2015)

Sariono, Filsafat Ilmu dan Tujuannya. http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/filsafat-ilmu-dan-tujuannya.html. (20/08/2015)


[1] Usiono, Pengantar Filsafat Pendidikan, 2006 hlm:42
[2] Usiono, opcit, hlm:42
[3] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat,1873 hlm. __
[4] Susanto, A. Filsafat Ilmu : Suatu Kajian dalam Ontologis, Epistimologis, dan  Aksiologis:2014. Hal:__
[5] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat,1873 hlm. 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar