BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Filsafat pendidikan adalah aplikasi
dari filsafat umum dalam pendidikan. Berbeda dengan Filsafat Umum yang objeknya
adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu. Filsafat Khusus /terapan mempunyai
objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang dalam hal ini adalah
pendidikan. Filsafat pendidikan menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang
bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang cara dan hasilnya serta hakikat
ilmu pendidikan yang bersangkut paut terhadap struktur kegunaannya.
Seperti halnya filsafat yang lain,
filsafat pendidikanpun bersifat spekulatif, preskriptif dan analitik.
Spekulatif artinya filsafat pendidikan membangun teori-teori tentang hakikat
pendidikan manusia, hakikat masyarakat dan hakikat dunia. Preskriptif artinya
filsafat pendidikan menentukan tujuan pendidikan yang harus diikuti dan
dicapai. Analitik artinya filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan
yang spekulatif dan perspektif.
Filsafat ilmu pendidikan dapat
dibataskan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang dihasilkan melaui
riset baik kualitatif maupun kuantitatif. Filsafat pendidikan ini perlu
dipedomani para perencana pendidikan tentang tujuan, isi, kurikulum yang
merumuskan tujuan-tujuan pengubahan perilaku yang bersifat personal, sosial dan
ekonomi.
Karena filsafat pendidikan merupakan
terapan dari filsafat umum maka filsafat pendidikan pun terdiri beberapa aliran
seperti filsafat pendidikan idealisme, realisme, esensialisme dan pragmatisme.
2. Rumusan Masalah
Dalam Makalah ini memaparkan beberapa rumusan
masalah yang ada diantaranya :
a.
Apa arti Realisme Pendidikan ?
b.
Apa Bentuk dari Filsafat Pendidikan Realisme ?
c.
Bagaimana peran Filsafat Realisme dalam
Pendidikan ?
3. Tujuan
Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan Makalah ini adalah
sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui hakikat Pendidikan menurut
Aliran Filsafat Realisme.
b.
Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah “
Filsafat Pendidikan”.
BAB II
FILSAFAT PENDIDKAN REALISME
A. Arti
Realisme
Pada
dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas. Realisme berbeda
dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monitis.Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas adalah
terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani.Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yang subjek yang
menyadari dan mengetahui disatu pihak dan dipihak lainnya adalah adanya realita
diluar manusia yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.(Uyoh Sadulloh : 2007 : 103)
Gagasan filsafat realisme
terlacak dimulai
sebelum periode abad masehi dimulai, yaitu dalam pemikiran murid Plato bernama
Aristoteles (384-322 SM). Sebagai murid Plato, sedikit banyak Aristoteles tentu
saja memiliki pemikiran yang sangat dipengaruhi Plato dalam berfilsafat. Dalam
keterpengaruhannya, Aristoteles memiliki sesuatu perbedaan pemikiran yang
membuatnya menjadi berbeda dengan Plato.
Ibarat Plato memulai filsafatnya
dari sebelah selatan, Aristoteles justru memulai dari sebelah utara. Filsafat
Aristoteles tampak seperti antitesis filsafat Plato yang justru memiliki corak
idealisme. Oleh karena itu, jika Plato meyakini bahwa apa yang sungguh-sungguh
ada adalah yang ada dalam alam idea, Aristoteles justru memandang bahwa apa yang di
luar alam ide, termasuk benda-benda yang terlihat indra bukanlah idea yang lahir dari replikasi yang ada dalam
pikiran atau mental.
Bagi Aristoteles, benda-benda itu
sungguh pun tidak ada yang memikirkannya ia tetaplah ada. Keberadaanya tersebut
tidak ditentukan oleh akal. Disini fokus perhatian Aristoteles terhadap
kemungkinan sampai pada konsepsi-konsepsi tentang bentuk universal melalui
kajian-kajian atas objek-objek material. Kelak, ini akan menjadi dasar-dasar
pertama bagi lahirnya fisika modern serta sains. (Teguh Wangsa Gandhi : 2010 : 140)
B. Bentuk Realisme
Realisme merupakan aliran filsafat
yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi realisme menjadi dua
bentuk, yaitu : 1) Realisme Rasional, 2) Realisme Naturalis. (Uyoh Sadullah : 2007 : 103)
1. Realisme
Rasional
Realisme rasional dapat
didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme religius.
Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”. Realisme
klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles,
sedangkan realisme religius, terutama Scholatisisme oleh Thomas Aquina, dengan
menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi gereja. Thomas Aquina
menciptakan filsafat baru dalam agama kristen, yang disebut tomisme, pada saat
filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
Realisme klasik maupun realisme
religius menyetujui bahwa dunia materi adalah nyata, dan berada diluar fikiran
(idea) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme berpandangan bahwa materi
dan jiwa diciptakan oleh Tuhan, dan jiwa lebih penting daripada materi karena
Tuhan adalah rohani yang sempurna. Tomisme juga mengungkapkan bahwa manusia
merupakan suatu perpaduan/kesatuan materi dan rohani dimana badan dan roh
menjadi satu. Manusia bebas dan bertanggung jawab untuk bertindak, namun
manusia juga abadi lahir ke dunia untuk mencintai dan mengasihi pencipta,
karena itu manusia mencari kebahagiaan abadi.
a.
Realisme
klasik
Realisme klasik oleh Brubacher
(1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik berpandangan bahwa manusia
pada hakikatnya memiliki ciri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai
dengan prinsip “self evident”, dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Self
evident merupakan hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi
merupakan asas pembuktian tentang realitas dan pembenaran sekaligus. Self
evident merupakan suatu bukti yang ada pada diri (realitas, eksistensi) itu
sendiri. Jadi, bukti tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self
evident merupakan asas untuk mengerti kebenaran dan sekaligus untuk membuktikan kebenaran. Self
evident merupakan asas bagi pengetahuan artinya pengetahuan yang benar
buktinya ada didalam pengetahuan atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan tentang Tuhan,
sifat-sifat Tuhan, eksistensi Tuhan, adalah bersifat self evident. Artinya
bahwa adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain sebab Tuhan
itu self evident. Sifat Tuhan itu Esa, artinya Esa hanya dimiliki Tuhan, tidak
ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut. Eksistensi Tuhan merupakan prima
kausa, penyebab pertama dan utama dari segala yang ada, yakni merupakan
penyebab dari realitas alam semesta. Sebab, dari semua kejadian yang terjadi
pada alam semesta. Tujuan pendidikan bersifat intelektual. Memperhatikan
intelektual adalah penting, bukan saja sebagai tujuan, melainkan dipergunakan
sebagai alat untuk memecahkan masalah.
Bahan pendidikan yang esensial bagi
aliran ini, yaitu pengalaman manusia. Yang esensial adalah apa yang merupakan
penyatuan dan pengulangan dari pengalaman manusia. Kneller (1971)
mengemukakan bahwa realisme klasik bertujuan agar anak menjadi manusia
bijaksana, yaitu seorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungan fisik dan sosial. “For the classical realist the purpose of
education is enable the pupil to become an intellectually well-balanced person,
as against one who is symply well adjust to the physical and social
amvironment”.
Menurut Aristoteles, terdapat aturan, terdapat aturan moral universal yang diperoleh dengan akal dan mengikat
manusia sebagai mahklul nasional. Di sekolah lebih menekankan perhatiannya pada
mata pelajaran (subject matter), namun, selain itu, sekolah harus
menghasilkan individu-individu yang sempurna. Menurut pandangan
Aristoteles,manusia sempurna adalah manusia moderat yang mengambil jalan
tengah. Pada anak harus diajarkan ukuran moral absolute dan universal, sebab
apa yang diklatakan baik atau benar adalah untuk keseluruhan umat manusia,
bukan hanya untuk suatu ras atau suatu kelompok masyarakat tertentu. Hal ini
penting bagi anak untuk mendapatkan kebiasaan baik.Kebaikan tidak datang dengan
sendirinya, melainkan harus dipelajari.
b.
Realisme religious
Realisme religious dalam pandangannya tampak dualistis.Ia
berpendapat bahwa terdapat dua order yang terdiri atas “order
natural” dan “order supernatural”. Kedua order tersebut berpusat
pada tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan merupakan
suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan diukur
sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat dalam alam.Hakikat
kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan filsafat ini.Kebenaran
bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, dimana belajar harus mencerminkan
kebenaran tersebut.
Menurut pandangan aliran ini, struktur social berakar
pada aristokrasi dam demokrasi. Letak aristokrasinya adalah pada cara meletakan
kekuasaan pada yang lebih tahu dalam kehidupan sehari-hari. Demokrasinya
berarti bahwa setiap orang diberi kesempatan yang luas untuk memegang setiap
jabatan dalam struktur masyarakat. Hubungan antara gereja dan Negara, adlah
menjaga fundamental dasar dualism antara order natural dan order
supernatural. Minat Negara terhadap pendidikan bersifat natural, karena
Negara memiliki kedudukan lebih rendah dibandingkan dengan gereja.Moral
pendidikan berpusat pada ajaran agama.Pendidikan agama sebagai pedoman bagi
anak untuk mencapai Tuhan dan Akhirat.
Menurut realisme religious, karena keteraturan dan
keharmonisan alam semesta sebagai ciptaan tuhan, maka manusia harus mempelajari
alam sebagai ciptaan tuhan.Tujuan utama pendidikan mempersiapkan individu untuk
dunia dan akhirat.Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki
keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap
lingkungan fisik dan social saja.William Mc Gucken (Brubacher, 1950), seorang
pengikut aristoteles dan Thomas aquina yang berakar pada metafisika dan
epistimologi, membicarakan pula natural dan supernatural. Menurut
Gucken, tanpa Tuhan tidak ada tujuan hidup, dan pada akhirnya tidak ada tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk hidup didunia
sekarang dalam arti untuk mencapai tujuan akhir yang abadi untuk hidup didunia
sana.
Pandangannya
tentang moral, realism religious menyetujui bahwa kita dapat memahami banyak
hokum moral dengan mengunakan akal, namun secara tegas beranggapan bahwa
hukum-hukum moral tersebut diciptakan oleh Tuhan.Tuhan telah memberkahi manusia
dengan kemampuan rasional yang sangat tinggi untuk memahami hukum moral
tersebut.Tidak seperti halnya realisme natural yang hanya terbatas pada moral
alamiah, realisme religious beranggapan bahwa manusia diciptakan memiliki
kemampuan untuk melampaui alam natural, yang pada akhirnya dapat
mencapai nilai supernatural.Tujuan pendidikan adalah keselamatan atau
kebahagiaan jasmani dan rohani sekaligus.Anak yang lahir pada dasarnya
rohaninya dalam keadaan baik, penuh rahmat, diisi dengan nilai-nilai
ketuhannan. Anak akan menerima kebaikan dan menjauhi kejahatan bukan hanya
karena perintah akal, melainkan juga karena perintah Tuhan.
Johan Amos
Comenius merupakan pemikir pendidikan yang dapat digolongkan pada realisme
religious, mengemukakan bahwa semua manusia harus berusaha untuk mencapai dua
tujuan.Pertama, keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi.Kedua, keadaan dan
kehidupan dunia yang sejahtera dan damai.Tujuan pertama merupakan tujuan yang inheren
dalam diri manusia, dimana tujuannya terletak diluar hidup ini.Pada tujuan
yang kedua, Comenius tampaknya memandang kebahagiaan dan perdamaian dunia
merupakan sebahagiaan dari kebahagiaan hidup yang abadi.
Berbicara
tentang pendidikan, Comenius (price, 1962) mengemukakan bahwa pendidikan harus
universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan
suatu kewajiban.Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu
kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah , anak akan menerima
jenis pendidikan yang sama. Pembvawaan dan sifat manusia sama pada semua orang.
Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun,
manusia tetap berbeda dalam derajatnta, dimana ia dapat mencapainya. Oleh
karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya ada
satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan.Anak
yang cacat pancaindera, jasmani maupun mental, tidak diperkenankan mengikuti
pendidikan, dalam arti bersama-sama dengan anak normal.Mereka harus mendapatkan
pelayanan khusus.
Comenius dalam
bukunya “Didacita Magna” (Didaktik besar), dan “Orbis Sensualium
Pictus” (Dunia panca indera dengan gambar-gambar) merupakan peletak dasar
didaktik modern.Ia mengubah cara berfikir anak yan deduktif spekulatif dengan
cara berfikir induktif, yang merupakan metode berfikir ilmiah. Peragaan
merupakan suatu keharusan dalam proses belajar mengajar , sehingga ia dijuluki
sebagai bapak keperagaan dalam belajar mengajar. Beberapa prinsip mengajar yang
dikemukakan oleh Comenius adalah sebagai berikut :
a. Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa keberhasilan dalam belajar
tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan
dari dalam pribadinya.
b. Pada waktu permulaan belajar, guru harus menyusun out line secara garis besar
dari setiap mata pelajaran.
c. Guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis besar
pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau pada waktu permulaan pelajaran.
d. Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang
berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan diberikan.
e. Guru menyampaiakan pelajaran sedemikian rupa, sehingga pelajaran merupakan
suatu kesatuan. Setiap pelajaran merupakan suatu keseimbangan dari pelajaran
sebelumnya, dan untuk perkembangan pengetahuan secara terus-menerus.
f. Apapun yang dilakukan guru, hendaknya membantu untuk pengembangan hakikat
manusia. Kepada siswa ditunjukan kepentingan yang praktis dari setiap system
nilai.
g. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukan bagi semua anak.
2.
Realisme Natural Ilmiah
Realisme
natural ilmiah menyertai lahirnya sains eropa pada abad kelima belas dan keenam
belas, yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume,
John Stuart Mill, dan lain-lainnya. Pada abad kedua puluh tercatat
pemikiran-pemikiran seperti Ralph Borton Perry, Alferd Nortt Whitehead, dan
Betrand Russel.
Realism
natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan system
syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan social (social
disposition).Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat
kompleks dari organism yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan
penganut realism natural menolak eksistensi kemauan keras (free will).Mereka
bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh akibat lingkungan
fisik dan social dalam struktur genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih ,
kenyataannya merupakan suatudeterminasi kausal (ketentuan sebab akibat).
Menurut
realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas sains.Karena
dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti sifat-sifatnya.
Tugas filsafa mengkordinasikan konsep-konsep dan temuan-temuan sains yang
berlainan dn berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas yang sesuai dengan
hokum-hukum alam yang permanen, yang menyebabkan akam semesta sebagai suatu
struktur yang berlangsung terus, karena dunia bebas dari manusia dan diatur
oleh hukum alam, dan manusia memiliki sedikit control, maka sekolah harus
menyediakan subject matter yang akan memperkenalkan anak dengan dunia
sekelilingnya.
Pandangannya
tentang teori pengetahuan (epistemology), realisme natural ilmiah mengatakan
bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal atau jiwa (mind) manusia,
melainkan dunia sebagaimana adanya. Subtansialitas, sebab akibvat, dan aturan-aturan
alam bukan suatu proyeksi akal, atau jiwa manusia, melainkan merupakan suatu
penampilan atau penampakan dari dunia atau alam itu sendiri.
Teori
kebenaran yang dipergunakan oleh kaum realism natural ilmiah adalah teori
“korespondensi” tentang kebenaran, yang menyatakan bahwa kebenaran itu adalah
persesuaian terhadap fakta dengan situasi yang nyata, kebenaran merupakan
persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan faktanya sendiri, atau
antara fikiran dengan realitas situasi lingkungannya. Teori ini sebagai suatu
penolakan terhadap teori koherensi, yang pada umumnya dipergunakan oleh kaum
idealis, yang mengemukakan bahwa pengetahuan itu benar karena selaas atau
bertalian dengan pengetahuannya yang telah ada.Menurut teori korespondensi, pengetahuan
baru itu dikatakan benar apabila sesuai dengan teori atau pengetahuan terdahulu
yang telah ada, karena teori yang telah ada tersebut adalah benar, sesuai
dengan fakta, sesuai dengan situasi nyata.
Jadi,
menurut realisme ilmiah, pengetahuan yang shahih adalah pengetahuan yang
diperolah melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi, atau
penginderaan.Teori pengetahuan yang mereka ikuti adalah teori pengetahuan
“empirisme”, seperti yang diuraikan terdahulu.Menurut empirisme, pengalaman
merupakan factor fundamental dalam pengetahuan, sehingga merupakan sumber dari
pengetahuan manusia.
Pandangannya
tentang nilai, mereka menolak pendapat bahwa nilai memiliki sanksi
supernatural, kebaikan adalah yang menghubungkan manusia dengan
lingkungannya.Sebaliknya, kejahatan adalah yang menjauhkan manusia dari
lingkungannya.Esensi manusia dan esensi alam adalah tetap, maka nilai yang
menghubungkan antara yang satu dengan yang lainnya adalah tetap.
Lembaga-lembaga dan praktik social diseluruh dunia sangat berlainan dan
berbeda-beda, namun memiliki landasan nilai yang sama. Kaum idealism menganggap
bahwa kaum manusia pada dasarnya sempurna, sedangkan kaum realism natural
menerima sebagaimana adanya, tidak sempurna.
Realisme
natural mengajarkan bahwa baik dan salah adalah hasil tentang pengalaman kita
tentang alam, bukan dari prinsip-prinsip nilai agama atau dari luar ala
mini.Moralitas dilandasi oleh hasil penelitian ilmiah yang menunjukan
kemanfaatannya pada manusia sebagai spesies tertinggi dari hewan.Sakit adalah jahat,
dan sehat adalah baik.Manusia harus meningkatkan kebaikan-kebaikan dengan
menggunakan ukuran-ukuran untuk memperbaiki konstitusi genetic, mengatasi
kesejahteraan dengan perbaikan lingkungan dimana manusia hidup.
Mengenai
konsep pendidikan realism natural, Brucher (1950) mengemukakan bahwa pendidikan
berkaitan dengan dunia disini dan sekarang.Dunia bukan sesuatu yang eksternal,
tidak abadi, melainkan diatur oleh hukum alam.Jiwa (mind) merupakan
produk alam dan bersifat biologis, berkembang dengan cara menyesuaikan diri
dengan alam. Pendidikan menurut realism natural haruslah ilmiah dan yang
menjadi objek penelitiannya adalah kenyataan dalam alam.
Seorang ahli
sains dapat mencatat dengan tepat apa yang dipelajarinya, termasuk dalam
mempelajari kenyataan-kenyataan social. Bagi mereka tidak ada kesangsian
terhadap apa yang dipelajari berdasarkan kenyataan, karena kebeneran
diperolehnya dari kenyataan. Oleh karena
itu, kurikulum yang baik adalah yang berdasarkan data dan realitas.Mereka
mendasarkan penelitian ilmiah melalui psikologi pendidikan dan sosiologi
pendidikan dalam menentukan kurikulumnya.Psikologi mereka adalah
behavioristik.Ide atau jiwa anak yang bersifat supernatural tidak memperoleh
tempat dalam pandangan mereka.Pendidikan cenderung pada naturalism,
materialism, dan makenistik.
Terdapat
persamaan wawasan tentang proses pendidikan diantara berbagai aliran realism.
Hal tersebut dikemukakan kneller (1971 : 24 ) sebagai berikut :
“ To impart a selection of this knowledge to the growing person in the
school’s most important task. The initiative in education, therefore, lies with
the teacher as transmitter of the cultural heritage. It is the teacher, not the
student, who must decide what subject matter should be studied in class. If
this subject matter can be made to satisfy the student personal needs and
interest, so much the better. But satisfying the student personally is far less
important than imparting the right subject matter”.
Baik realisme rasional maupun realisme natural ilmiah sependapat bahwa
menanamkan dan pemilihan pengetahuan yang akan diberikan disekolah adalah
penting. Inisiatif dalam pendidikan adalah terletak pada uru, yang menentukan
bahan pelajaran yang akan dibahas dalam kelas adalah guru, bukan siswa. Materi
atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberikan kepuasan
pada minat dan kebutuhan siswa.Namun, yang paling penting bagi guru adalah
bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan
terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, merupakan suatu strategi mengajar yang bermanfaat.
3.
Neo-Realisme dan Realisme Kritis (Uyoh Sadulloh
: 2007 : 110)
Selain
aliran-aliran realism diatas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain, yang
termasuk realism.Aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed,
dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant.Menurut pandangan Breed, filsafat
pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi.Prinsip demokrasi
adalah hormat dan menghormati atas hak-hak individu.Pendidikan sebagai
pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntunan social dan
individual.Istilah demokrasi harus didefinisikan kembali sebagai pengawasan dan
kesejahteraan social.
Selanjutnya
Breed mengatakan bahwa, sekolah harus menghantarkan pewarisan social sedemikian
rupa untuk menanamkan kepada generasi muda dengan kenyataan bahwa kebenaran
merupakan unsure penting dari tradisi masyarakat.Berkali-kali dia menekankan
keharusan menolong pemuda untuk menyesuaikan diri pada fakta yang sebenarnya,
pada alam realitas yang bebas, yang menjadi unsure utama atau yang menjadi
tulang punggung pengalaman manusia.
Realisme
kritis didasarkan atas pemikiran Immanuel Kant, seorang pesintesis yan besar.Ia
mensitesiskan pandangan-pandangan yan berbeda, antara empirisme dan
rasionalisme, antara skepitisme dan paham kepastian, antara eudaeomanisme
dengan puritanisme. Ia bukan melakukan eklektisisme yang dangkal. Melainkan, suatu
sintesis asli yang menolak kekurangan-kekurangan dari kedua belah pihak yang
disintesiskannya. Dan ia membangun filsafat yang kuat.
Hasil
pemikiran Kant merupakan titik temu
antara idealism dan realism, antara empirisme yang dikembangkan Locke, yang bermuara
pada empirisme David Hume, dengan rasionalisme dari Descartes. Dilihat dari
idealism, ia seorang realism kritis. Oleh karena itu, banyak orang yang
mempelajari filsafat dan sejarah filsafat, menanamkan ia sebagai krisisme. Kritisme
Kant dimulai dengan penyelidikan kemampuan dan batas-batas rasio, berbeda
dengan filosof-filosof sebelumnya yang secara dogmatis apriori
mempercayai kemmpuan rasio secara bulat.
Menurut
Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semuanya
dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indera, namun pikiran atau rasio,
atau pengertian, mengorganisasikan bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman
tersebut.Pikiran tanpa isi adalah kosong, dan tanggapan tanpa konsepsi
adalah buta.Demikian kata Kant.:Thoughts without content are empty,
percepts without concepts are blind” (Henderson, 1959 : 218).
Selanjutnya,
menurut Kant, pengalaman tidak hanya sekedar warna, suara, bau yang diterima
alat indera, melainkan hal-hal tersebutdiatur dan disusun menjadi suatu bentuk
yang terorganisasi oleh pikiran kita.Pengalaman merupakan suatu interpretasi
tentang benda-benda yang kita terima melalui alat indera kita.Dan di dalam
interpretasi tersebut kita mempergunakan suatu struktur untuk mengorganisasi
benda-benda.
Lebih lanjut
Kant mengemukakan, bahwa manusia telah dilengkapi dengan seperangkat kemauan,
sehingga kita dapat member betuk terhadap data mentah yang kita amati. Dengan
demikian, kita mungkin memiliki pengetahuan apriori, yang tidak perlu untuk
mengalami sendiri untuk mendapatkan pengetahuan yang fundamental, dan
pengetahuan yang aposteriori, pengetahuan yang didasarkan pada
pengalaman.Manusia tidak bisa mengetahui realitas yang sebenarnya, melainkan
suatu realitas di luar pengalaman, dan merupakan objek pengetahuan.Kant
mengaui, bahwa manusia tidak hanya memiliki kemampuan alamiah, melainkan juga
memiliki kemampuan agama dan moral.
Henderson
merupakan salah seorang filosof yang dapat digolongkan pada aliran ini. Ia
berpendapat bahwa semua aliran filsafat pendidikan memiliki beberapa persamaan,
yaitu :
“All this educational philosophies agree that the educative process centers
in the task of developing superior manhood and womanhood ; that our task in
this world to promote justice and the common welfare, and that we should look
to the ultimate purpose of education for direction in solving educational
problems”.
Semua aliran filsafat pendidikan menyetujui bahwa :
a.
Proses pendidikan berpusat pada tugas
mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan kuat.
b.
Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan
dan kesejahteraaan umum
c.
Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir
pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Power (1982)
mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai berikut :
1) Tujuan Pendidikan
Penyesuaian hidup dan tanggung jawab social.
2) Kedudukan siswa
Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat
dipercaya.Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk
belajar.Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik.
3) Peranan Guru
Menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras
menuntut prestasi dari siswa.
4) Kurikulum
Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna.Berisikan
pengetahuan liberal dan pengetahuan praktis.
5) Metode
Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak
langsung.Metode penyampaian harus logis dan psikologis.Metode Conditioning
(SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.
C.
Realisme Dalam Pendidikan ( Purnawan :
2009 : 24)
a) Pendidikan
Sebagai Institusi Sosial
John Amos
Comenius di dalam bukunya Great Didactic, mengatakan bahwa manusia tidak
diciptakan hanya kelahiran biologinya saja. Jika ia menjadi seorang manusia,
budaya manusia harus memberi arah dan wujud kepada kemampuan dasarnya.
Dalam bukunya Membangun Filsafat
Pendidikan, Harry Broudy secara eksplisit ia menekankan bahwa masyarakat
mempunyai hak dengan mengabaikan keterlibatan pemerintah, yang akan membawa
pendidikan formal di bawah wilayah hukumnya karena ini merupakan suatu lembaga
atau institusi sosial.
Implikasinya : pendidikan adalah
kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban penting bagi
semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak dilahirkan dengan
pendidikan yang baik.
b) Siswa
Guru adalah pengelola KBM di dalam
kelas (classroom is teacher-centered), guru penentu materi pelajaran, guru
harus menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan
membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkret untuk dialami siswa. Siswa
berperan untuk menguasai pengetahuan yang diandalkan, siswa harus taat pada
aturan dan disiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan untuk belajar.
Siswa memperoleh disiplin melalui ganjaran dan prestasi.
c) Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan realisme adalah untuk “ penyesuaian
diri dalam hidup dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial.
Pendidikan bertujuan agar siswa
dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan
hidup bahagia, dengan jalan memberikan pengetahuan esensial kepada siswa.
Pengetahuan tersebut akan memberikan keterampilan-keterampilan yang penting
untuk memperoleh keamanan dan hidup bahagia.
d) Proses
Pendidikan
1)
Kurikulum
Kurikulum pendidikan sebaiknya
meliputi :
(1) Sains dan Matematika,
(2) Ilmu-ilmu kemanusiaan dan
sosial,
(3) Nilai-nilai.
Kurikulum yang baik diorganisasi
menurut mata pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran (subject matter
centered) yang diorganisasi menurut prinsip-prinsip psikologi belajar.
Kurikulum direncanakan dan diorganisasi oleh guru/orang dewasa (society
centered)
Isi kurikulum harus berisi
pengetahuan dan nilai-nilai esensial agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
alam, masyarakat, dan kebudayaannya.
2)
Metode
Pendidikan
Pembiasaan merupakan metode utama
bagi filsuf penganut behaviorisme Metode mengajar yang disarankan bersifat
otoriter. Guru mewajibkan siswa untuk dapat menghafal,
menjelaskan, dan membandingkan fakta-fakta, menginterprestasi
hubungan-hubungan, dan mengambil kesimpulan makna-makna baru.
3)
Evaluasi
Guru harus menggunakan metode-metode
objektif dengan
mengevaluasi dan memberikan jenis tes yang memungkinkan untuk dpt mengukur
secara tepat pemahaman siswa tentang materi-materi esensial. Untuk
tujuan motivasi guru memberikan ganjaran terhadap siswa yang mencapai sukses.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat
disimpulkan bahwa Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas adalah terdiri
atas dunia fisik dan dunia rohani.Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yang subjek yang
menyadari dan mengetahui disatu pihak dan dipihak lainnya adalah adanya realita
diluar manusia yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.Bahan
pendidikan yang esensial bagi aliran realism
klasik adalah pengalaman manusia. Yang esensial
adalah apa yang merupakan penyatuan dan pengulangan dari pengalaman manusia.
Sedangkan Menurut
realisme ilmiah, pengetahuan yang shahih adalah pengetahuan yang diperolah
melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi, atau penginderaan.
Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1) Realisme Rasional,
2) Realisme Naturalis. Namun,
masih ada lagi pandangan-pandangan lain, yang termasuk realisme.Aliran tersebut
disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari
Immanuel Kant.
Implikasinya Realisme dalam pendidikan
adalah kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban penting
bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak dilahirkan dengan
pendidikan yang baik.
Gandhi, Teguh Wangsa. 2010. Filsafat
Pendidikan :Madzhab-madzhab Filsafat Pendidikan. Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media.
Sadullah, Uyoh. 2007. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Purnawan. 2009. Filsafat
Realisme. Bandung : Universitas Pendidikan Bandung
Kneller, George F. 1971. Introduction
to The Philosophy of Education. New York : John Willey Son Inc.
Semoga Bermanfaat